Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Tema: Why Sin is So Attractive?
Nats: Efesus 2:1-3
Efesus 2:1-3 adalah satu panggilan dari rasul Paulus untuk kita boleh mengingat kembali siapa kita yang dahulu, sehingga semakin kita mengerti, semakin kita hargai, semakin kita bisa melihat betapa indah, betapa mulia, betapa besar kasih karunia Allah dalam hidup kita ketika kita boleh menjadi anak-anakNya. Kita akan menghargai kesehatan ketika kita berada dalam sakit yang tidak mungkin bisa disembuhkan; kita akan menghargai satu gelas air itu begitu memuaskan ketika kita pernah mengalami kehausan dan kekeringan yang luar biasa, ketika kita terlantar dan berada di dalam keterhilangan; kita akan menghargai betapa indahnya pemberian orang sekalipun kecil adanya ketika kita berada dalam keadaan putus asa dan tidak punya apa-apa. Di situlah kita bisa mengerti betapa besar anugerah Allah kepada kita.
Efesus 2 Paulus mulai dengan kalimat ini: “Dahulu kamu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu.” Namun heran kemudian dia mengeluarkan kalimat selanjutnya: “Namun kamu hidup di dalamnya.” Kalimat ini menimbul satu pertanyaan: kenapa kita masih mau hidup dengan sesuatu yang begitu berbahaya dan senantiasa akan membuatmu mati? Bukankah kalau kita tahu dosa itu begitu berbahaya dan akan membunuh kita, seharusnya kita lari jauh-jauh, bukan? Namun kita tidak perlu heran sebetulnya karena dalam hidup sehari-hari kita bisa menemukan ada orang-orang yang seperti ini. Kita bisa membaca berita ada banyak peristiwa yang tragis dan menyedihkan dari orang-orang yang hidup dengan kebahayaan dan terjerat sampai habis semuanya. Dan yang menyedihkan, begitu banyak orang Kristen yang tetap hidup di tengah-tengah dosa dan terjerat oleh pikatnya. Mengapa dosa itu begitu memikat? Kita tahu dia bisa membunuh kita tetapi kenapa kita tetap mau tinggal bersama dengan dia? Dosa itu begitu berbahaya dan berbisa. Kalau kita jatuh dan terjerat lagi, betapa sulit kita bisa terlepas daripadanya.
Kenapa dosa begitu memikat? Yang pertama, dosa itu begitu memikat karena dosa menciptakan kekacauan dalam persepsi sehingga kita menyamakan kepuasan [satisfaction] dengan kecanduan [addiction]. Dosa memutar-balikkan konsepsi dan mengacaukan kita, membuat kita pikir itu adalah sesuatu yang memuaskan karena itulah yang kita mau, itulah yang kita cari tetapi sebenarnya itu bukan hal yang membawa jiwa kita kepada kepuasan; tetapi itu adalah jerat yang mengikat dan kita tidak bisa lepas darinya. Satisfaction dan addiction itu dua hal yang berbeda. Ada perasaan senang, ada perasaan puas, ada rasa sukacita karena sudah mendapatkannya tetapi ada akibat yang berbeda antara kepuasan dan kecanduan. Kepuasan adalah sesuatu yang kita rindu dan kita mau memenuhi hati kita, menyukakan kita dan memberikan kebebasan kepada kita. Tetapi addiction adalah sebuah kepuasan yang semu karena ketika kita ambil dan kita dapatkan, kita pikir kita bebas mendapatkannya, kita bebas memilikinya, ternyata dia menjadi jerat yang mengikat kita.
Apakah Tuhan melarang kita untuk mendapatkan kepuasan? Apakah Tuhan membelenggu kebebasan kita? Jawabannya tidak. Kebebasan yang Tuhan beri kepada kita untuk menikmati itu adalah satu kepuasan yang Tuhan beri dengan generous kepada kita. Tuhan tidak melarang kita memiliki kekayaan; yang Tuhan larang ialah jangan sampai kekayaan itu mengikat kita. Tuhan ciptakan semua kita dengan sebuah jiwa yang rindu dipuaskan. Kalau jiwa itu dipuaskan oleh sesuatu yang tepat dan benar, maka barulah kita menikmati kepuasan yang sejati. Tidak ada di antara kita yang tidak rindu untuk dicintai, tidak rindu untuk dihargai, tidak rindu untuk dihormati, tidak rindu untuk mendapatkan recognition karena itu adalah kebutuhan jiwa kita. Tetapi pada waktu kita mencari objek yang tidak tepat dan tidak benar untuk memberikan kepuasan, maka bukan kepuasan yang kita dapat tetapi justru mendatangkan kehausan yang lebih besar lagi. Haus adalah hal yang normal dan itu adalah satu keinginan yang terus ada, tetapi tidak berarti apa yang engkau minum pasti akan memuaskan kehausanmu; itu tergantung dari apa yang sdr minum. Kalau yang kita minum adalah air asin, itu justru akan membuatmu semakin haus lagi. Tetapi pada waktu saya minum air putih, maka saya mendapatkan kepuasan dari kehausan saya. Jadi kita perlu mengerti rasa haus akan sesuatu yang kita perlu dan butuhkan; Tuhan menciptakan kita dengan keinginan itu, namun kita perlu mencari pemuasan itu bukan kepada hal yang salah dan keliru karena akibatnya bukan kepuasan yang kita dapatkan tetapi hal itu akan menjerat kita begitu kuat mengikat, kita tidak bisa keluar dan lepas, kita terus jatuh dan jatuh lagi.
Kita harus simpati kepada banyak orang yang mengalami kecanduan seperti ini, kecanduan kepada obat bius dan obat-obat terlarang lain; kita tahu sulit sekali untuk mereka bisa lepas sekalipun mereka mencoba lepas dan rehabilitasi. Padahal pada waktu mereka pertama kali mencoba substances seperti heroin, cocain, rokok, ganja atau obat-obat terlarang lain atau judi, dsb, mereka mengalami kenikmatan dan kepuasan itu. Pertama sebetulnya adalah pilihan bebas dia untuk ambil atau tidak ambil. Tetapi setelah dia ambil, pada moment itu juga orang itu tidak bisa lepas daripadanya. Orang yang sudah kecanduan begitu berat dengan obat-obat terlarang, begitu ada satu masa dia tidak bisa memperolehnya, kita bisa lihat dia akan menjadi begitu menakutkan dan melakukan segala cara untuk bisa mendapatkannya. Kita kadang sedih dan simpati kepada orang-orang seperti ini dan impact yang begitu merusak dari kecanduan itu bukan saja kepada mereka tetapi kepada keluarganya. Orang yang kecanduan begitu parah sudah terikat seperti cult worshiper. Ikatan itu begitu kuat mencekik hidup mereka. Firman Tuhan mengingatkan kita dosa membuat kita mati, tetapi kita tidak pernah menyadari sebab kita dipikat olehnya. Dosa mengikat kita dan membelenggu kita seperti binatang yang dibawa ke pembantaian. Sampai pada hari terakhir pada waktu kepala kita hendak ditebas baru kita menyesal tetapi sudah terlambat.
John Calvin mengatakan hati manusia adalah pabrik berhala [“the human heart is a perpetual idol factory” hominis ingenium perpetuam, ut ita loquar, esse idolorum fabricam]. Kita tidak perlu cari berhala di luar dan kita tidak perlu gonta-ganti berhala sebab hati kita sendiri yang di dalam ini akan senantiasa memproduksi berhala-berhala yang kita mau sembah. Dan berhala-berhala itu akan selalu bergantian datang ketika kita merasa itu yang paling penting dan harus kita miliki maka dia akan menjadi berhala yang memenuhi hati kita. Jiwa kita yang perlu dipuaskan itu seperti kantong yang bocor, yang berlubang dan tidak ada dasarnya sehingga apapun itu selalu tidak pernah memuaskan karena hal-hal yang sementara, hal-hal yang terbatas itu tidak akan pernah bisa memenuhinya. Sehingga tidak heran pada waktu Bapa Gereja Agustinus bertobat, dalam bukunya Confessions, dia mengeluarkan kalimat yang indah dan penting ini: Tuhan, Engkau telah menciptakan kami bagi diriMu sendiri; dan hati kami tidak akan pernah damai sebelum kami berjumpa denganMu [“Thou hast made us for Thyself, o Lord, and our heart is restless until it finds its rest in Thee”]. Hanya Tuhan yang sanggup bisa memenuhi hati kita. Tuhan menciptakan kita dengan satu keinginan akan rasa puas yang tidak terbatas dan kepuasan itu hanya bisa dipenuhi oleh Dia yang tidak terbatas itu. Pada waktu Dia memenuhi kita, hati kita puas dan penuh dan di situ kita mendapatkan kebebasan. Hati yang puas bisa ditandai dengan belajar menikmati segala sesuatu tetapi tidak harus memilikinya. Banyak hal kita belajar mengagumi saja tidak harus memilikinya karena memang kita tidak harus memilikinya. Ketika kita bilang saya harus punya, kepuasan itu berubah menjadi candu yang mengikat kita; kepuasan itu adalah kepuasan yang semu sehingga kita ingin lagi, lagi, dan lagi.
Yang ke dua, kenapa dosa begitu memikat? Karena dia bisa menyamar menjadi kebaikan. Kalau dosa itu muncul di depan kita seperti seorang pembunuh yang berbahaya, kita tentu akan lari menjauh. Tetapi kalau dia datang dalam rupa sosok yang suci dan berkharisma, engkau akan menyambut dia. Dalam 2 Korintus 11:13-15 Paulus sudah mengingatkan akan bahaya ini: “Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus. Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun menyamar sebagai malaikat Terang. Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka.” Dosa menyamar menjadi kebaikan, membuat orang yang beragama menjadi orang yang munafik. Paulus bilang ada orang-orang yang mengaku mereka adalah rasul-rasul Kristus, tetapi siapa yang tahu dan siapa yang bisa menjamin kebenarannya? Alkitab jelas-jelas mengatakan orang-orang itu menyamar sebagai rasul-rasul Tuhan padahal mereka adalah pekerja-pekerja yang palsu. Paulus bilang, jangan heran kalau Iblis pun menyamar sebagai malaikat Terang. Hanya Alkitab yang terang-terangan membuka topengnya. Kata “menyamar” berarti kita tidak akan pernah tahu sampai kita terikat dan terjerat olehnya. Penyamaran daripada dosa itu begitu subtle menjadi kebaikan, menyebabkan kita bisa berprilaku keagamaan yang munafik supaya kita bisa dipandang sebagai orang yang rohani, orang yang berkorban, orang yang baik. Penyamaran itu bisa menjadi sebuah penyesatan dimana pengajar itu seolah mengajarkan hal yang baik tetapi sebetulnya membawa orang itu menjauh dari Tuhan. Penyamaran itu juga menjadikan orang itu gampang dan mudah menjual agama dan menjadi mabuk agama, sehingga dia tidak merasa berbuat dosa dan malah berpikir dia sedang membela Tuhan dan membela agamanya. Tidak heran orang-orang yang sudah sampai seperti itu tidak segan-segan membunuh orang seolah di situ dia sedang berbuat kebaikan.
Dari segi hidup kita sehari-hari bagaimana dosa itu menipu kita? Ketika kita begitu kepingin menjadi lebih cepat kaya, kita mencari kekayaan itu dengan menghalalkan segala cara. Orang bisa menyamarkan judi menjadi trading; itu yang sedang trending terjadi di Indonesia, bukan? Orang-orang yang mau cepat kaya, lalu merasionalisasi cara seperti itu sebagai cara yang tepat dan benar menghalalkan segala cara padahal itu adalah perjudian yang disamarkan seolah-olah itu adalah cara yang legal.
M. Scott Peck menulis buku “The Road Less Traveled,” jalan yang banyak orang hindari dan tidak suka lalui, yaitu penderitaan kesusahan kesulitan justru membentuk karakter kita. Dia juga menulis satu buku lain berjudul “The People of Lie” salah satu aspek orang jahat selalu memperhatikan penampilannya. Kadang orang yang kelihatan brangasan bertato, begitu kita bercakap-cakap baru tahu orangnya begitu baik. Scott Peck bilang orang jahat [sosiopat atau psikopat] seringkali bersembunyi di balik penampilan yang charming dan cara berkata-kata yang manis sehingga orang bisa tertipu. Orang yang begitu lihay menyembunyikan hatinya yang jahat dengan penampilannya, dengan jubah keagamaan, dengan pakaian yang necis dan perlente dan tidak sungkan menunjukkan keberhasilannya berkarier, seolah-olah dengan semua itu menyatakan kebaikan hati sehingga orang percaya penuh kepada dia. Tetapi kita tidak usah kaget, karena tidak ada penipuan yang dilakukan dengan terang-terangan.
Ada orang yang begitu terhormat di masyarakat membangun satu pelayanan membuka rumah bagi anak-anak yatim dan ternyata dia melakukan penganiayaan seksual kepada anak-anak kecil yang tinggal di situ. Kita lebih mudah terpesona dengan orang-orang yang melakukan pelayanan sosial, pengorbanan bagi orang lain, pengumpulan dana bagi masyarakat yang ditimpa bencana alam dan korban peperangan ternyata semua itu untuk membiayai terorisme atau ditumpuk bagi kekayaan diri, itu semua adalah penyamaran. Orang senang dengan dia; orang merasa dia adalah orang yang baik, bisa dipercaya dan mempesona.
Kita sedih dan kecewa ketika ada seseorang pendeta yang sukses dan jaya dalam pelayanan ternyata terbuka kedoknya sebagai seorang yang melakukan penganiayaan seksual kepada beberapa wanita yang dibiayai sekolahnya oleh dia. Dan ketika wanita-wanita ini berusaha mengadukan perbuatannya kepada yayasan pelayanannya, justru merekalah yang ditekan dan diancam. Baru kemudian setelah dia mati, semua perbuatan busuknya terbuka. Di situlah sebagai hamba-hamba Tuhan perlu waspada akan bahaya dari ketenaran dan kesuksesan yang bisa menciptakan arogansi dan kesombongan bisa membuat kita tergelincir dan jatuh. Kita tidak menjadi orang yang munafik karena kita tahu sama seperti apa yang Tuhan Yesus katakan kita semua adalah orang-orang yang tidak lepas dari kesalahan dan dosa. Di balik jubah keagamaan, kharisma dan kehebatan seseorang banyak hal yang dia simpan dan sembunyikan di dalam hidupnya. Orang lain tidak lihat, hanya Tuhan yang tahu. Dosa begitu berbahaya karena dia bisa menyamar di dalam kebenaran, kesalehan, kesucian, perbuatan baik dan pelayanan yang berkorban padahal sesungguhnya semua itu hanya untuk keuntungan, kepentingan dan nafsu diri. Dosa itu begitu memikat sebab dia menyamar sebagai kesalehan, kebenaran, pengorbanan diri, kesucian, dsb tetapi sebenarnya dia adalah kepalsuan. Kita senantiasa harus mawas diri karena dosa ini bisa terjadi di dalam hidup kita. Kita mungkin tidak ada di sisi sana yang terang-terangan berbuat dosa tetapi kita bisa berada di wilayah sini.
Yang ke tiga, kenapa dosa itu begitu memikat? Sebab dosa menciptakan satu ilusi yang semu berbuat dosa ternyata tidak kenapa-napa; tidak ada konsekuensi yang perlu saya takutkan. Ternyata kita hanya ditakut-takuti; setelah kita lakukan kita ditakut-takuti oleh hukum Tuhan. “Kalau kamu makan buah itu, kamu pasti mati,” kata Tuhan; koq ternyata tidak terjadi? Adam dan Hawa tidak langsung mati. Tidak ada yang terjadi, tetapi malah sebaliknya; di dalam dosa kita malah dihormati, kita malah dipuji, kita malah makmur, kita malah kaya-raya. Itulah tipuan dosa.
Pemazmur Asaf dalam Mazmur 73 mengeluh kepada Tuhan ketika melihat orang fasik berbuat dosa justru semakin dihormati; orang itu berbuat jahat justru semakin makmur; orang itu berbuat kesalahan, kesehatannya baik-baik saja. Tidak ada hal buruk terjadi kepadanya. Tidak ada konsekuensi terhadap kesalahan dan dosanya. Mereka tertawa mendengar teguran dan nasehat yang baik, kayanya kita hanya ditakut-takuti oleh hukuman Allah; bisa jadi itu tidak ada, itu hanya sebuah ilusi saja.
Puji Tuhan kalau pada waktu kita bersalah jeweran Tuhan segera tiba pada hari itu karena itu adalah jeweran yang mengingatkan kepada kita Dia tidak senang dengan perbuatan dosa kita, Dia mencintai dan mengasihi kita. Justru sangat berbahaya jikalau ada sesuatu yang terjadi tetapi hanya pembiaran yang terjadi dan kita pikir orang itu semakin makmur, kaya dan hidup luar biasa. Itu sangat berbahaya. Perhatikan baik-baik Mazmur 73:13-14 Asaf mengeluh, buat apa hidup benar, mempertahankan tanganku melakukan hal yang bersih dan melakukan hal yang adil, saleh dan suci di hadapan Tuhan? Sebaliknya yang dia lihat pada diri orang fasik di ayat 3-12, selalu berbuat dosa tetapi hidupnya mujur; sehat, gemuk, hidupnya bahagia. Dengan sombong dia membanggakan apa yang menjadi pencapaian kesuksesannya. Sekalipun kesalahannya mencolok, orang tidak lihat itu. Dia direspek di masyarakat; semua orang memuji-muji dan mengikuti dia. Orang ini begitu arogan dan tidak takut Tuhan. Inilah hidup daripada orang fasik, bertambah kaya, bertambah senang. Sebaliknya dengan hidup orang benar.
Inilah point ke tiga yang penting, dosa begitu berbahaya sebab dia menawarkan sebuah ilusi yang palsu. Nothing happen dengan hidupmu; semuanya akan lancar, baik, engkau hanya ditakut-takuti. Justru sebaliknya hidup orang yang fasik dihormati, hidup orang yang fasik dipuji. Kita kagum melihat orang itu makmur, kita lihat hidupnya sukses, dst. Sebaliknya kita yang mengasihi Tuhan, mau jalan dengan jujur dan benar, sudah bangun pagi-pagi hidup dipenuhi dengan segala kesusahan dan kesulitan. Kita kadang-kadang merasa putus asa dan frustrasi, kita pikir apa gunanya saya melakukan seperti ini? Di situlah jebakan daripada dosa seperti itu. Puji Tuhan, pemazmur tidak menutup mazmur ini dengan satu nada yang ironi seperti itu; dia kemudian ingatkan kita pada waktu kita datang berbakti ke rumah Tuhan, di situ kita punya perspektif diperbaharui. Ilusi yang kita lihat di luar itu adalah sesuatu yang palsu. Pada waktu kita datang di hadapan Tuhan dan mendengarkan firmanNya, kita kembali lagi direstorasi, diperbaiki dan dirubah olehNya. Sehingga Efesus 2:1 itu bicara siapa kita yang dulu, yang senantiasa ingatkan kita kembali dahulu di dalam dosa sesungguhnya kita itu mati di dalamnya. Ketika kita mendapatkan hidup baru di dalam Kristus akhirnya kita sadar dan bersyukur Allah telah membukakan mata rohani kita di dalam pertobatan dan pengampunan yang kita terima di dalam Kristus. Kiranya firman Tuhan membukakan dan mencerahkan kita lagi pada hari ini. Kita bersyukur pada waktu melihat keselamatan di dalam Kristus melalui kematianNya di atas kayu salib menebus dosa kita, di situlah kita melihat betapa jahatnya dan buruknya dosa sehingga Anak Allah harus mati di kayu salib bagi kita. Di atas kayu salib itulah dosa-dosa kita yang dipaku di sana.
Kiranya Tuhan mengajar kita berjalan dengan tekun dan sabar di dalam semua yang kita alami. Kita tidak cepat-cepat mencari berhala yang lain untuk menyenangkan hati; kita tidak mencari pertolongan yang bukan pertolongan yang sejati dan tidak berharap kepada pengharapan yang semu dan palsu adanya. Kiranya Tuhan mengenyangkan kita dengan penghiburan dan kekuatan dari firmanNya sebab Ia tidak berubah dahulu, sekarang dan selama-lamanya, sehingga kita boleh pegang teguh janji Tuhan dalam hidup kita. Kiranya Tuhan memenuhi kita dengan sukacita dan kepuasan yang hanya ada di dalam Dia, supaya kita tidak ditipu oleh si Jahat dan tidak dipikat oleh dosa. Kiranya Tuhan pimpin dan berkati kita pada hari ini.(kz)
