Eksposisi Surat Efesus [6]

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Tema: Your Soul Needs Blessing
Nats: Efesus 1:15-23

Your Soul needs Blessing. Jiwamu membutuhkan berkat, membutuhkan anugerah, syukur, gratitude dalam hidup ini. Dalam tradisi Barat setiap kali kita mendengar ada orang bersin, selalu kita balas dengan kata: God bless you! Itu adalah satu tradisi yang terjadi di abad pertengahan ketika terjadi fenomena seseorang bersin, besoknya orang itu tidak ada lagi alias meninggal dunia. Karena pengalaman yang mereka lihat akhirnya timbul perasaan gelisah dan takut dan beredarlah mitos pada waktu itu bahwa setiap kali seseorang bersin, maka jiwanya keluar dari tubuhnya dan ditangkap oleh roh jahat dan tidak bisa kembali lagi. Maka dengan mengucapkan God bless you! mereka meminta Tuhan memelihara jiwa orang itu agar terlindung dari roh-roh jahat. Sehingga blessing yang diberikan itu mempunyai tujuan kiranya orang yang bersin itu dilindungi Tuhan; “may God protect you.” Atau “I want good thing happens to you.” Itulah arti dari seruan God bless you! Namun sesudah pandemi ini, sayang sekali tradisi selama 1200 tahun itu sudah lenyap karena sekarang bertemu dengan orang yang bersin, mata kita langsung membelalak, wajah kita jadi kurang senang dan langsung menjauh seolah orang itu penuh dengan virus yang berbahaya. Itulah yang sekarang terjadi. Kenapa? Karena kita sudah egois, kita takut tertular. Hari ini ketika kita berjumpa dengan seorang yang bersin, kembalikanlah tradisi yang baik ini dan ucapkanlah God bless you! kepadanya.
Di sisi lain sebagai orang Kristen kita juga sudah begitu terbiasa dengan ucapan “God bless you,” bahkan mungkin setiap kali kita menyapa orang lewat whattsapp dengan singkatan GBU, tetapi jangan biarkan kata itu menjadi sebuah ungkapan yang klise di dalam percakapan kita sehari-hari tanpa memikirkan dengan dalam apa artinya menyampaikan berkat Tuhan kepada orang. Blessing bukan sekedar kata-kata belaka; blessing itu adalah bicara mengenai kondisi dan keadaan jiwa kita. Blessing itu adalah suatu gerakan proyeksi daripada kehendak kita yang berkeinginan supaya orang yang kita beri blessing itu mendapatkan hal yang indah dan baik di dalam hidup mereka. Ketika kita datang ke gereja, kita cenderung mau mendapatkan blessing tetapi kita tidak boleh lupa untuk saling memberkati satu sama lain.
Sayang sekali, percakapan kita sering diisi oleh hal-hal yang negatif sehingga setelah bercakap-cakap bukannya mendatangkan sukacita dan encouragement, tetapi yang dihasilkan adalah perasaan negatif, gloomy, envy, discouragement karena negativity begitu contagious, sangat mudah menular. Tetapi kalau percakapan kita diisi dengan hal yang positif, syukur dan encouragement, akan sangat berbeda hasilnya. Ketika percakapan selalu diisi dengan complain, kritikan, bercanda yang menghina dan menyakitkan, yang mendengar kira-kira perasaannya seperti apa? Saya percaya hati kita akan mudah terganggu menjadi negatif juga. Tetapi jikalau percakapan kita senantiasa diisi dengan hal-hal yang baik, percakapan yang membangun, hati yang penuh syukur, itu akan sangat menjadi berkat yang menular kepada orang-orang di sekitar kita.
Efesus 1:15-23 adalah satu rangkaian ekspresi luapan emosi sukacita yang luar biasa dari rasul Paulus. Di ayat 3-14 rasul Paulus berbicara mengenai karya Allah Bapa, karya Allah Anak, dan karya Allah Roh Kudus yang bekerja aktif dan harmonis dalam keselamatan kita. Itulah identitas kita menjadi anak Tuhan, menjadi orang Kristen, didasarkan kepada kasih karunia Allah. Sehingga tidak heran, di bagian selanjutnya di ayat 15-23 ini meluap emosi sukacita rasul Paulus betapa dia merindukan, dia mendoakan, dia memberkati anak-anak Tuhan dengan luar biasa. Kita bisa menemukan keindahan itu di ayat 16 Paulus memakai dua kata sifat adjective “Aku tidak berhenti mengucap syukur karena kamu, dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku.” Itulah ekspresi perasaan dan dinamika hati daripada rasul Paulus yang meluap karena dia tahu betapa luar biasanya karya keselamatan Allah itu bagi dia dan bagi setiap kita. Di sini kita bisa melihat dan belajar satu pemahaman teologis mengenai apa yang sudah Allah kerjakan dalam hidup kita secara intelektual mengenai kasih karunia Allah seharusnya menggerakkan dengan limpah bagaimana kita mengekspresikan emosi dan kehendak kita berespon.
“Karena itu, setelah aku mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, akupun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku,” demikian kata Paulus. Paulus rindu kita boleh mengenal Allah dengan benar; Paulus berdoa supaya Allah menjadikan mata hati kita terang, sehingga kita boleh mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya.” Itu adalah satu doa dan kerinduan yang perlu dan patut ada di dalam diri setiap kita. Kita bless orang, kita memberkati orang, bukan supaya mendapatkan balasnya; memberkati supaya diberkati, memberi supaya menerima. Jangan memiliki mentalitas, beri banyak kepada Tuhan supaya engkau bisa menerima banyak berkat. Jangan selalu berkeinginan ucapan syukurmu selalu berakhir dengan satu tuntutan untuk sdr memberi banyak kepada Tuhan. Tidak boleh kita memahami seperti itu karena itu berarti kita sudah mereduksi dan mendangkalkan apa yang Tuhan sudah beri dan kasih kepada kita. Blessing itu tidak boleh bersifat symmetrical seperti itu, karena apa yang saya lakukan maka akan menghasilkan sesuatu. Blessing, berkat dan rasa syukur itu harus bersifat asymmetrical, karena menyadari kita sudah alami blessing Tuhan sekalipun kita tidak layak mendapatkannya tetapi Tuhan memberikannya dengan cuma-cuma kepada kita. Mengapa kita menuntut orang itu perlu memenuhi syarat baru kita bisa memberikan blessing kepadanya? Dengan selalu menyadari kita sudah begitu banyak memperoleh berkat maka kita berespon dengan memberi berkat dan blessing kepada orang lain.
Sehingga point yang pertama pada waktu kita mengerti dan melihat setiap jiwa membutuhkan blessing, itu mendorong kita memberkati, kita menyatakan gratitude bukan karena kita sudah punya banyak tetapi oleh karena ada sebuah kesadaran di dalam hati kita akan kehadiran dan relasi Allah yang begitu intim di dalam hidup kita. Orang yang memberkati, orang yang menyatakan gratitude tidak perlu dan tidak harus bahwa dia adalah orang kaya dan berkelimpahan baru dia bisa memberkati dan menolong orang lain. Kita menyaksikan di dalam Alkitab ada orang-orang yang miskin yang dipakai Tuhan bisa memberkati orang lain. Itulah yang menyebabkan hati kita melimpah dengan syukur dan hati yang luar biasa dalam.
Ayat 15-18 “Karena itu, setelah aku mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, akupun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku, dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya.” Di sini kita bisa ikut merasakan ekspresi emosi Paulus yang melimpah dengan syukur dan berkatnya kepada orang lain secara unik dengan memakai kata-kata yang mengekspresikan semua sensasi panca inderanya. Ayat 15, “aku mendengar,” sekalipun Paulus belum melihat mereka, Paulus belum bertemu muka dengan mereka; hanya baru mendengar kabar mereka itu sudah membangkitkan sukacita kegembiraan hatinya. Lalu kemudian “aku tidak henti-hentinya” bicara mengenai suaranya, mulutnya berkata-kata memuji Allah. Lalu kemudian di ayat 18, “supaya Ia menjadikan mata hatimu terang,” to have a clear vision. Saya mau engkau punya mata yang jelas melihat betapa kayanya engkau. Itu adalah kalimat yang penting. Kaya di dalam pengharapan, kaya di dalam panggilanmu, kaya di dalam kemuliaan yang telah diberikan Tuhan kepada semua orang-orang kudusnya. Sebagai orang percaya, itulah pandangan mata kita. Hari ini orang sudah mempersempit konsep kaya hanya bicara tentang kekayaan materi belaka. Kita juga bisa jatuh kepada konsep seperti itu, lalu kita mendefinisikan kekayaan itu dengan cara yang salah. Dan akhirnya kita menjadi anak Tuhan yang kecewa karena merasa tidak punya apa-apa. Our vision blurred. Itulah sebabnya kenapa Paulus mengatakan hal ini. I want you to have a clear vision of how rich you are in your hope, your calling and your glory in Christ Jesus. Ini kerinduanku: kiranya engkau memiliki mata penglihatan yang jelas dan terang melihat betapa kayanya kamu itu lebih daripada sekedar kekayaan materi tetapi kekayaan berkat surgawi yang jauh lebih berharga dan bernilai daripada materi dan hal-hal yang lahiriah belaka. Ketika kita bisa memberkati orang dengan hati yang penuh gratitude, itu bukan soal berapa kayanya harta kita, tetapi berapa kayanya mentalitas kita. Mentalitas kita harus kaya bukan untuk membius dan menipu diri tetapi menjadi satu kesadaran apa yang menjadi dasar hidup kita.
Memang betul, Yesaya 53 menggambarkan Yesus adalah “Man of Sorrow” hamba Tuhan yang menderita, seorang yang penuh dengan kesedihan. Tetapi apakah Yesus menjalani hidupNya di dunia ini dengan serius, mukaNya tidak pernah senyum, selalu gloomy? Saya percaya tidak seperti itu. Mari kita bayangkan, dalam pesta pernikahan di Kana, masakan Yesus tidak ikut menari dan menyanyi dengan pengantin dan para tamu yang ada? Kita sungkan memikirkan Yesus senang dan gembira akibatnya juga mempengaruhi perasaan hati kita sebagai anak Tuhan juga stoic, tidak mau mengekspresikan senang dan gembira. Kita selalu bilang: Tuhan mau kita holy, Tuhan tidak mau kita happy. Betulkah? Kita tidak boleh bikin separasi seperti itu. Keliru konsep kita kalau memahami holy itu harus bersifat menyendiri dan mengungkung diri hidup sosial dan mau menunjukkan hidup yang berbeda. Kegembiraan Yesus lebih daripada kegembiraan malaikat karena di dalamNya berdiam segala kepenuhan, segala kebahagiaan joyful dan sukacita surgawi sekalipun Ia tahu bahwa Ia harus pergi ke atas kayu salib menjalani jalan penderitaan dan sengsara. Bahkan sampai di akhir dalam perjalanan menuju taman Getsemani, Yesus masih menyanyikan mazmur-mazmur pujian bersama murid-muridNya (Matius 26:30).
Tetapi ada satu ayat yang penting dalam Yohanes 15:11 dikatakan, “Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya sukacitaKu ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.” Ini adalah kalimat yang Yesus ucapkan dalam rangkaian khotbah dan nasehat Yesus kepada murid-murid di hari terakhir, yang dirangkum oleh Yohanes dari pasal 13-17. Bayangkan pada waktu Yesus mengucapkan kalimat ini betapa kontras perbandingannya dengan suasana hati murid-murid pada waktu itu. Hati murid-murid begitu gelisah pada saat Yesus mengatakan Ia akan segera pergi meninggalkan mereka. Murid-murid malam itu masih bertengkar mempercakapkan siapa yang paling penting dan paling besar di antara mereka. Murid-murid malam itu masih saling curiga siapa yang akan menyerahkan Guru mereka. Malam itu hati mereka penuh dengan kesedihan dan dukacita, rasa tidak berdaya. Tetapi di dalam situasi seperti itu, Yesus mengatakan kalimat ini. Sukacita itu datang bukan karena situasi yang aman dan nyaman, tidak ada penderitaan dan sakit. Sukacita itu adalah sukacita yang tidak didasarkan oleh kondisi dan suasana hati kita tetapi didasarkan oleh sebuah kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya dan fondasi relasinya dengan Tuhan. Saya bisa memberkati orang dan saya menyatakan rasa syukur karena ada rasa cukup dan bahkan berlimpah. Bukan karena kita punya banyak uang dan harta, tetapi karena kita tahu relasi kita dengan Tuhan berdasarkan kepada anugerah dan kasih karunia yang datang dariNya.
Yang ke dua, jelas blessing, gratitude, contentment, semua itu tidak terjadi secara otomatis. Itulah sebabnya Paulus mendoakan hal ini dan kenapa Alkitab senantiasa mengatakan learn to do good; train to do good karena ini bukan hal yang natural dan otomatis bisa terjadi dalam hidup kita. Dalam 1 Timotius 4:8 Paulus berkata, “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.” Physical training bukan tidak ada gunanya, ada gunanya dan memberikan efek yang positif tetapi terbatas, ada limitasinya; sedangkan spiritual training itu berguna dalam segala hal. Kalau dedikasi kepada physical fitness saja tidak gampang, apalagi dedikasi kepada spiritual training, lebih susah lagi. Namun hari ini firman Tuhan memanggil kita betapa indah dan betapa penting kita belajar to train our spiritual life. Apa yang hari ini engkau sudah berhenti melakukannya? Apakah engkau masih berdoa? Masih membaca firman Tuhan dan merenungkannya? Apakah isi doamu hanya melulu bagi kebutuhan diri dan tidak mendoakan kebaikan orang lain? Ketika engkau mulai berhenti berdoa, sudah bosan berbakti ke gereja, sudah tidak lagi memiliki kegairahan untuk melayani, dsb di situ engkau sudah tidak lagi menjalani disiplin rohani yang menguatkan imanmu. Akhirnya engkau menjadi malnutrisi, menjadi gampang terinfeksi dan tidak punya daya tahan terhadap serangan dan pencobaan dari luar. Itu perlunya training. Berdoa bukan sekedar leisure atau sesekali kita lakukan. Kita punya sebuah dosa yang senantiasa menjadi penghambat kita memberkati dan menghargai orang; doa itu adalah dosa entitlement, rasa berhak, merasa semua hal yang baik itu “jatahku.” Kita datang kepada Tuhan kadang-kadang juga seperti itu. Bagaimana caranya untuk bisa dapat lebih dan lebih lagi. Itu sikap yang harus kita buang karena kita menyadari sifat dosa itu seperti itu dalam hidup kita. Awalnya kita rasa kita tidak berhak, kita tidak layak terima anugerah Tuhan. Tetapi setelah itu kemudian kita dapat, kita dapat, kita dapat lagi, lalu akhirnya kita pikir kita berhak. Kita merasa berhak untuk mendapatkan semua hal yang baik dalam hidup. Mungkin awalnya ada belas kasihan, ada satu bantuan sosial yang dilakukan sebuah gereja kepada seseorang di dalam kesusahan sehingga dia mendapat sedikit kelegaan. Dan seringkali ketika mendapatkan seperti itu, banyak orang kemudian berpikir itu menjadi haknya. Dan pada waktu dia tidak mendapatkannya kemudian dia menjadi marah. Itu adalah sebuah dosa yang senantiasa membuat kita tidak bisa limpah dengan syukur karena rasa entitled itu senantiasa semakin naik tuntutannya.
Kita perlu senantiasa melatih godliness karena itu adalah sifat yang tidak datang secara natural dari diri kita. Itu perlu waktu dan disiplin dan kesungguhan. Kita perlu belajar untuk berdoa. Doa kita tidak boleh miskin dan berpusat kepada diri sendiri. Kita juga tidak boleh berpikir bahwa hanya hamba Tuhan yang bisa mendoakan orang lain, dan kita hanya orang biasa. Tidak. Mari kita belajar mendoakan orang, mari kita belajar bersyukur, mari kita belajar memberkati. Memang tidak selalu anda merasa diberkati. Feeling itu very subjective, bukan? Terkadang engkau tidak merasa suka untuk memberkati; tetapi tidak berarti engkau tidak punya kebebasan untuk ambil waktu untuk mengingat apa saja hal-hal baik yang sudah terjadi dalam hidupmu dan untuk itu kita perlu belajar. Pelajaran yang paling penrting dan sederhana yaitu kita perlu belajar menghitung. Setiap kali bangun pagi, belajarlah untuk menyatakan syukur kepada Tuhan untuk apa yang kita terima dan dapat dariNya. Itu akan membuat kita bisa memiliki hati seperti rasul Paulus yang begitu penuh dengan sukacita dan syukur. Dia tidak bicara mengenai apa yang ada di dalam dirinya, kesulitan dan tantangan yang dialaminya. Dia hanya bicara mengenai bagaimana bisa menjadi berkat dan blessing bagi orang lain. Jiwa seperti itu harus ada di dalam diri setiap kita, anak-anak Tuhan. Bukan sekedar kata-kata klise ketika kita bertemu orang segereja kita bilang “God bless you!” Kita harus punya kerinduan bagaimana hidup kita bisa menjadi blessing bagi orang lain. Mungkin sesekali bawa makanan buat orang itu; mungkin ajak dia baca Alkitab one-to-one, mungkin bisa bertemu minum kopi pagi-pagi, makan keluar sama-sama, berdoa sama-sama. Lalu sdr bisa bertukar berkat dan blessing satu sama lain. Ada banyak hal yang bisa kita kerjakan dan lakukan. Yang terakhir, coba belajar untuk menuliskan surat ucapan syukur dan blessing kepada orang. Berdoalah bagi pendetamu. Seringkali orang Kristen berpikir hanya pendeta yang harus mendoakan jemaat; jemaat juga perlu mendoakan pendetanya. Jangan pikir doamu biasa-biasa saja, tidak bisa menyembuhkan orang. Tidak demikian. Ketika hati kita penuh limpah dengan sukacita dan syukur, mengalirlah berkat dan blessing kepada orang lain. Kita punya sesuatu yang harus menjadi berkat karena dengan itu kepekaan kita dilatih untuk menyadari dan memahami pemeliharaan dan kasih setia Tuhan bagi kita. Luar biasa kalau kita membaca Mazmur 103, bukan? Aku tidak akan melupakan semua kebaikan Tuhan, itu kalimat deklarasi Daud. Bless the Lord, my soul and do not forget all His benefits (Mazmur 103:2). Benefit dari bahasa Latin: beneficium. Orang yang senantiasa menyatakan kebaikan disebut benefactor, itu dari kata bene dan factory. Jadi kalau sdr orang yang suka memberi kebaikan kepada orang lain, sdr menjadi pabrik kebaikan. Kiranya ini semua boleh menjadi sikap hati yang luar biasa dalam dan indah. Efesus 1:19, “dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya” di situ ada empat kata sifat yang dipakai Paulus di situ, the incredible greatness of God’s power, hanya untuk menunjukkan betapa hebat dan luar biasanya dan kayanya kuasa Allah dan anugerahNya itu dalam hidup kita. Maka tidak heran terjemahan bahasa Indonesia mendeskripsikan dengan kata hebat kuasaNya kekuatan kuasaNya. Dan itu tidak boleh tidak kita rasakan, setiap kali kita membaca ayat-ayat ini biar hati kita terbakar dan membara karena kita tahu itu adalah hal dan fakta yang Tuhan kerjakan dalam hidup setiap kita. Kiranya Tuhan berkati kita pada hari ini boleh menjadi anak-anak Tuhan yang indah, penuh dengan kebaikan kuasa Tuhan, kegairahan yang merindukan bukan hal yang baik saja datang ke dalam hidup kami, tetapi hal-hal yang indah dan baik terjadi di dalam hidup anak-anak Tuhan yang lain. Kiranya Tuhan menambahkan hikmat, kasih, pengharapan dan iman kepada setiap anak-anak Tuhan, terlebih lagi kepada mereka yang sedang mengalami hal-hal yang begitu berat dan sulit di belahan dunia lain, kiranya mereka boleh mengalami kekuatan dan kuasa Tuhan yang menopang hidup mereka. Kiranya setiap orang yang mendengar firman hari ini bukan saja menikmati berkatMu tetapi boleh menghasilkan buah-buah yang memberkati orang-orang yang lain.(kz)