Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Tema: Mengungkap Rahasia Allah
Nats: Efesus 1:9-10
“Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi” (Efesus 1:9-10).
Dalam Efesus 1:9 kita menemukan satu kata yang secara spesifik dipakai oleh rasul Paulus dalam bahasa Yunani yaitu kata “musterion” [μῠστήρῐον], yang diterjemahkan dengan kata “mystery” atau “rahasia.” Dalam pemahaman kita sehari-hari, kata “rahasia” mengacu kepada sesuatu yang tersembunyi, sesuatu yang kita tidak tahu atau hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang yang tidak kita ketahui dan rahasia itu dimiliki oleh seseorang atau sesuatu dan dialah yang memegang kunci untuk membukakan dan memberitahukannya kepada kita. Kata ini 28x muncul dalam Perjanjian Baru, 21x dipakai oleh rasul Paulus. Dan dalam surat Efesus yang hanya 6 pasal ini saja, Paulus memakai kata ini 6x (Efesus 1:9, 3:3, 3:4, 3:9, 5:32, dan 6:19).
Dalam Efesus 1:9-10 ini kita menemukan satu hal yang sangat penting luar biasa, inilah rahasia Allah yaitu Ia menjadikan Yesus Kristus sebagai Kepala atas segala sesuatu yang mempersatukan baik yang di sorga maupun yang di bumi. Kristus sebagai Kepala yang di dalam bahasa Yunani hanya dengan satu kata “anakephalaiosasthai” [ἀνακεφαλαιώσασθαι].
Ada tiga hal yang penting yang muncul dari konsep Kristus sebagai Kepala atas segala sesuatu ini. Yang pertama, kedatangan Yesus Kristus menjadi sebuah finalitas daripada wahyu Allah. Kehendak Allah, rencana Allah, apa yang Allah mau beritahukan kepada kita, kita bisa mengetahuinya semakin jelas di dalam kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus. Kalau kita melepaskan Perjanjian Lama dan hanya membaca Perjanjian Baru saja, kita akan sulit memahami mengapa Yesus Kristus harus naik dan mati di atas kayu salib dan mati. Demikian juga orang-orang yang hanya memegang Perjanjian Lama dan melepaskan Perjanjian Baru tidak bisa mengerti bahwa sebenarnya semua aturan dan ritual yang mereka terima dan jalankan dalam Perjanjian Lama sebetulnya hanya bayang-bayang dan model yang maknanya mengacu kepada Yesus Kristus. Ini adalah pola daripada Allah mewahyukan diri yang bersifat progresif. Melalui hadirnya Kristus kita menjadi semakin mengerti dan semakin melihat dengan jelas apa yang Allah kerjakan dan lakukan di dalam dunia ini bagi keselamatan kita. Puji Tuhan!
Yang ke dua, Paulus katakan di Efesus 3:3-4, satu rahasia Allah dimana Yesus Kristus menjadi Kepala yang menyelesaikan segala pertikaian, permusuhan dan keterasingan [alienation] antara manusia oleh karena ras, suku, dan berbagai perbedaan yang ada. Satu kali kelak Yesus Kristus akan menjadi Kepala bagi sebuah umat Allah yang bukan eksklusif bagi satu bangsa yaitu bangsa Yahudi, tetapi di dalam Kristus Allah mempersatukan segala bangsa dan bahasa dari seluruh muka bumi. Ini adalah sebuah misteri yang luar biasa.
Dalam perjalanan daripada Gereja Tuhan yang mula-mula terbentuk di Yerusalem, sekalipun murid-murid telah menerima Amanat Agung yang Yesus katakan sebelum Ia naik ke surga, “Pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius 28:18-20) tetapi kita menemukan di dalam Kisah Rasul, ketika ada orang yang bukan Yahudi bernama Kornelius menjadi orang percaya, Gereja menjadi gempar. Mereka merasa perlu memanggil Petrus untuk menjelaskan kenapa itu bisa terjadi (Kisah Rasul 10-11). Demikian juga ketika orang-orang di daerah Samaria menjadi orang percaya, kita tahu bagi orang Yahudi orang Samaria itu adalah warga kelas dua, sehingga ketika mereka menjadi orang percaya itu adalah sesuatu yang mencengangkan dan sulit mereka terima (Kisah Rasul 8). Dalam Efesus 3 Paulus mengatakan, inilah rahasia Kristus, yaitu bahwa orang-orang yang bukan Yahudi, karena Berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus (Efesus 3:6). Itulah misteri Injil. Namun sungguh menyedihkan dan mengecewakan, awal Gereja mulai hanya ada perbedaan orang Yahudi dan orang non-Yahudi, tetapi hari ini ada 50,000 lebih denominasi gereja; pertikaian di antara suku-suku bangsa, persoalan perbedaan ras, perbedaan warna kulit, status sosial, dsb. Belum lagi perbedaan-perbedaan sub-culture yang begitu banyak yang sanggup memisahkan sebuah komunitas. Sama-sama satu gereja, hanya berbeda “selera” dalam cara menyanyi dan memakai alat musik dalam ibadah akhirnya bisa pecah. Itu adalah hal yang menyedihkan. Kita menanti satu hari kelak semua orang percaya dari segala tempat berdiri di hadapan Allah dan Kristus sebagai Kepala yang mempersatukan GerejaNya.
Yang ke tiga, rahasia yang disebutkan Paulus dalam Efesus 1:10 “sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi.” Christ is “anakephalaiosasthai” [ἀνακεφαλαιώσασθαι] itulah misteri yang disampaikan Paulus. Di sinilah kita melihat penebusan Kristus bukan hanya mendamaikan kita, manusia yang berdosa yang memberontak, dengan Allah. Perdamaian itu bukan hanya bersifat satu keselamatan kepada jiwa manusia tetapi penebusan Allah mencakup seluruh alam semesta, itu adalah the holistic redemption.
Pada waktu Allah selesai menciptakan dunia, maka Ia melihat semuanya sungguh baik adanya. Kejahatan dan dosalah yang merusaknya. Suatu hari kelak kejahatan dan dosa itu disingkirkan oleh Allah, namun Allah tidak pernah menyingkirkan dan menghilangkan apa yang dari semula adalah amat baik itu. Allah akan memulihkan dan merestorasi dunia ini dan menjadikan segala sesuatu shalom dan harmonis kembali.
Bagaimana Alkitab menjelaskan hal ini? Beberapa ayat muncul di dalam Perjanjian Lama bicara mengenai kebangkitan dan salah satu ayat yang cukup jelas misalnya Daniel 12:2, “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal.” Akan ada kehidupan kembali tetapi hidup yang seperti apa tidak terlalu jelas. Yang pasti diberitahukan adalah satu hidup yang kekal. Misteri penebusan yang bersifat holistik itu baru kemudian menjadi jelas pada waktu kebangkitan Yesus Kristus. Di dalam kebangkitan Kristus kita melihat bukan hanya Roh-Nya saja yang hidup, tetapi tubuh yang mati itu dibangkitkan kembali. Itulah sebabnya maka Paulus di dalam 1 Korintus 15:52 memberitahukan kepada kita kebangkitan Kristus itu menjadi yang sulung bagi semua kebangkitan yang lain. Di situ semakin jelas berarti tubuh yang bersifat materi ini Allah tidak hilangkan dan musnahkan selama-lamanya. Allah akan mengubahnya menjadi tubuh kemuliaan yang berbeda sama sekali. Namun yang terlebih lagi, bukan hanya tubuh kita tetapi seluruh ciptaan; bukan saja surga atau dunia yang di sana tetapi bumi ini akan dipulihkan.
Dalam Roma 8:19-23 Paulus berkata, “Sebab dengan sangat rindu seluruh mahluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. Karena seluruh mahluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan bukan oleh kehendaknya sendiri tetapi oleh kehendak Dia yang telah menaklukkannya, tetapi dalam pengharapan karena mahluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah. Sebab kita tahu bahwa sampai sekarang segala mahluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak yaitu pembebasan tubuh kita.”
2 Petrus 3:10-13 mencatat demikian,”Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. Jadi jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup, yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. Tetapi sesuai dengan janjiNya kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, dimana terdapat kebenaran.” Mulai daripada nabi Yesaya yang memakai frasa “langit bumi baru” [new heavens and new earth] lalu muncul dalam 2 Petrus ini. Konsep itu menjadi semakin jelas pada waktu kita membaca Wahyu 21 muncul frasa “new heavens and new earth” lagi. Rasul Yohanes menulis di Wahyu 21:1-7, “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” Dan firman-Nya: “Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar.” Firman-Nya lagi kepadaku: “Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air kehidupan. Barangsiapa menang, ia akan memperoleh semuanya ini, dan Aku akan menjadi Allahnya dan ia akan menjadi anak-Ku.” Dalam langit dan bumi baru, Allah akan diam bersama umatNya, seperti pada waktu manusia berada di taman Eden dan pada waktu Yesus datang ke dalam dunia dan imanuel, Allah diam bersama manusia [tabernakel] sebagaimana Yohanes tulis dalam Injil Yohanes 1:14, “Firman itu menjadi daging dan diam di tengah-tengah kita.” Sekalipun saat itu Ia tidak bisa diam selamanya karena dosa masih ada tetapi kehadiran Yesus dalam dunia adalah satu foretaste Ia tinggal bergaul bersama manusia. Betapa menakjubkan konsep Allah ada di tengah kita.
Selanjutnya, Paulus mengangkat tiga aspek yang indah kelak pada waktu Yesus datang kali ke dua, Ia akan menjadi “the focal point” segala sesuatu. Ia menjadi tempat dimana kita boleh mengenal Allah dengan benar karena Ia adalah wahyu Allah yang paling puncak. Ia menjadi Kepala dari semua umat tebusanNya. Ia berhak memiliki semua orang ini menjadi milikNya sebab Ia telah mati menebus mereka. Dan bukan itu saja, Allah kemudian menjadikan Kristus sebagai Kepala bukan saja atas kita umat tebusanNya, tetapi kepada semua yang ada di surga dan yang di bumi. Kristus yang mati di kayu salib dengan penuh kehinaan itu adalah pusat dan sentral dari segala sesuatu. Sehingga setelah memahami ini kenapa Paulus kemudian mendeklarasikan satu kalimat yang penting: hidupku bukanlah aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku. Kristus yang menjadi pusat hidupku. Memahami Kristus menjadi sentral tidak boleh hanya menjadi sebuah pemahaman teologis belaka; memahami Kristus menjadi sentral harus menjadi motor kehidupan dan membuat kita menjadikan Dia yang paling berharga dan tidak boleh ada lagi yang lain dalam hidup kita selain daripada Dia. Kristus harus menjadi penggerak dari segala sesuatu yang kita idamkan dan yang kita inginkan; bukan kita yang menjadi sentral.
Boleh kita katakan secara praktisnya hari ini, jiwa kita perlu dibawa kembali lagi [align] dengan apa yang kita pahami di tengah segala kesusahan dan kesulitan dan terombang-ambing di tengahnya. Ketika kita duduk tenang, di situ mungkin kita baru sadar kita seperti roda yang sudah tidak berada pada porosnya, kita akan goncang sana-sini. Mari kita kembali menjadikan Kristus sebagai sentral dalam segala aspek hidup kita, bukan hanya sampai kepada konsep teologis saja; bukan hanya sebagai lagu pujian yang kita nyanyikan. Pada waktu kita kehilangan poros itu, jiwa kita akan seperti apa jika porosnya tidak di tengah-tengah lagi. Reaksi yang benar terhadap persoalan yang tidak pasti dan bertubi-tubi ini seharusnya adalah kita berdoa, kita simpati kepada orang yang secara langsung mengalaminya. Mereka yang mengalami bencana banjir, mereka yang sedang mengalami peperangan, mereka yang berada dalam situasi seperti ini, respon yang benar dari kita adalah berdoa bagi mereka dan kita pikirkan apa yang bisa kita bantu. Itu adalah dua respon yang seharusnya keluar dari hati kita. Jikalau kita tidak mempunyai kemampuan dan kekuatan, setidak-tidaknya respon kita terhadap hal ini adalah kita bawa semua kesulitan ini dalam doa dan simpati. Jangan sampai melihat semua hal yang bertubi-tubi datang akhirnya mendatangkan reaksi yang tidak benar, yaitu merasa semua persoalan itu sudah di depan pintu akhirnya kita menjadi orang yang hidup tidak tenang, akhirnya kita takut keluar rumah, takut ketemu orang; kita lihat harga bensin naik lalu membuat kita “panic buying,” borong timbun segala macam barang, berpikir sebentar lagi akan ada kelaparan besar terjadi. Kenapa? Karena di situ berarti kita rasa yang paling penting adalah keselamatan diri kita; our self menjadi focal point. Pada waktu diri yang menjadi focal point, yang lain tidak pernah menjadi prioritas yang kita pikirkan lagi dalam hidup kita. Pada waktu Paulus membukakan hal itu, dia tidak membawa kita kepada sebuah pemahaman teologis yang besar dan mengagumkan, tetapi dia mengajak engkau dan saya renungkan kembali kalau Allah telah menjadikan Kristus sebagai “anakephalaiosasthai” [ἀνακεφαλαιώσασθαι] Kepala atas segala sesuatu yang di surga dan yang di bumi, Ia harus menjadi the center of your life. Jiwa kita tidak akan pernah kacau balau walaupun persoalan yang bertubi-tubi mengelilingi kita sebab hidup kita titiknya benar. Jiwa yang kehilangan porosnya adalah jiwa yang mendua hati. Yakobus mengingatkan barangsiapa mendua hati [the split soul] orang itu tidak akan mendapatkan apa-apa dalam hidupnya. Apa saja kita terus mau pegang dan genggam, akhirnya tidak dapat apa-apa. Engkau harus ambil keputusan apa yang menjadi prioritas bagi hidupmu; engkau jadikan itu sebagai center yang penting. Jiwa yang tidak ada center akan senantiasa terbuka untuk dilukai oleh orang dan oleh persoalan yang datang. Pada waktu Yesus berkata,”Marilah kepadaKu, engkau yang lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” Ia tambahkan dengan kalimat, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah daripadaKu, maka jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu ringan adanya” (Matius 11:28-30). Lega dan ringan adalah janji Tuhan bukan supaya hidupmu berjalan dengan lancar tidak ada persoalan; hidup kita tidak akan ada habis-habisnya dilanda persoalan. Janji lega dan ringan itu adalah soal sikap jiwa; it is about the attitude of your soul. Jika tidak, kita bisa kehilangan aspek untuk bisa rest karena kita kehilangan center itu. Kalau tidak, persoalan itu akan terus mengejar kita dan kita akan terus lari tidak pernah bisa rest. 1 Raja 19 mencatat kisah ketika Izebel mengejar Elia, dia begitu takut dan gentar, lari dan terus lari sampai minta mati. Tuhan kasih dia rest, beri dia makan roti, biar dia tidur sebentar, dia perlu itu. Untuk apa? Engkau tidak bisa terus lari, engkau harus kembali. Apakah dengan kembali berarti persoalan tidak ada lagi? Tidak. Tetapi engkau akan menemukan the center of your strength.
Dalam Mazmur 3:6, ketika Daud sedang dikejar-kejar Absalom, anaknya, apa yang dia katakan? “Aku membaringkan diri, lalu tidur; aku bangun sebab Tuhan menopang aku!” Daud lari dikejar dan hendak dibunuh. Dia lari dan terus lari, sampai kepada satu titik, dia berbaring lalu tidur. Kata tidur di sini lebih baik diterjemahkan to refresh his soul. Jika dia lari terus, persoalan tidak akan ada habis-habisnya datang bertubi-tubi, hatinya bisa kacau balau. Maka Daud bilang kepada jiwanya, berhenti lari, teduhkan hati, have God in your life as a center, maka dia bisa tidur dengan tenang.
Implikasi Christ is the focal point of your life, jiwa yang kehilangan center adalah jiwa yang kekurangan ketekunan dan kesabaran. Akhir-akhir ini di Indonesia hidup semakin susah, tetapi orang-orang kemudian mencari jalan yang instant dan gampang. Sekarang ini banyak sekali muncul kelompok anak muda umur 20-an yang kaya-raya dengan kekayaan yang sebenarnya adalah perjudian dan mereka hidup berfoya-foya dari kerugian orang lain. Tidakkah itu membuat banyak anak-anak muda menjadi [FOMO, fear of missing out] dan ramai-ramai juga mau menjadi orang kaya instant. Instant itu adalah satu kondisi hati yang senantiasa ingin jalan singkat dan tidak mau menjalani proses. Mau cepat kaya, buka usaha mau untung sebesar-besarnya, lalu berpikir segera akan ada di puncak. Baru dua tahun sudah pamer harta, untuk menunjukkan dia adalah orang yang berhasil. Yang namanya proses itu berarti sdr maju selangkah, mungkin perlu mundur dua langkah; proses itu berarti sdr mendaki sejengkal, mungkin kemudian turun dua jengkal. Tetapi kalau itu dijalankan terus, perlahan kita akan sampai ke sana. Jiwa yang kehilangan center adalah orang yang kehilangan passion and perseverance dalam hidupnya.
Yang terakhir, jiwa yang kehilangan center adalah jiwa yang akan mencari identitas hidupnya kepada aspek-aspek yang di luar; dari keberhasilan, kesuksesan, kekayaan dan kita kumpulkan semua itu menjadi identitas kita. Makin kita kuat, jaya dan hidup ini mengajarkan kita ketika kita tua apa yang akhirnya tersisa? Waktu kita mati dan tinggalkan dunia ini, kita harus lepas semua itu, bukan? Kita mati, tangan ditaruh di dada, tidak bisa genggam apa-apa lagi. The focal point dari hidup kita adalah Kristus dan InjilNya. Itulah sebabnya Paulus bilang, aku akan bawa rahasia Injil ini kepada orang-orang lain, membawa His love and forgiveness forever. “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka semua itu akan ditambahkan kepadamu” kata Yesus kepada jiwa yang penuh kekuatiran (Matius 6:33). Itu yang menjadi sentral dan focal point bagi hidup kita sehingga semua yang lain akan menyertai pada waktu kita jadikan Kristus sebagai pusatnya. Cinta kita kepada Tuhan], dedikasi kita kepada pelayanan, care kepada orang sakit, kepada orang yang belum pernah mendengar berita Injil, kita care dan berdoa bagi kedamaian dan kesejahteraan dunia ini, kita mengasihi dunia ini, kita tidak akan pernah exploit semata-mata bagi keuntungan diri. Itu akan menjadi aspek-aspek yang ada ketika seseorang hidup menjadikan Kristus dan berita Injil menjadi pusatnya. Demikian juga dalam hidup kita, ketika Kristus menjadi pusat, segala yang kita kerjakan dan lakukan akan memuliakan Dia dalam hidup kita. Biarlah kita menjadi anak-anak Tuhan yang seperti itu.(kz)
Allah. Kita tidak mau berdamai, kita menjadi musuhNya. Kita membutuhkan ada yang mendamaikan kita.
Yang ke empat, sebagai orang berdosa, Alkitab mengatakan, kita sebenarnya berada di bawah kuasa belenggu daripada Setan dan dosa, berarti harus ada yang membebaskan kita, harus ada yang melepaskan kita dari cengkeraman si Jahat itu. Yesus berkata, untuk lepas dari cengkeraman itu perlu seorang yang lebih kuat. Siapa yang bisa melepaskan kita dari belenggu dan cengkeraman Setan dan kuasanya yang dahsyat itu?
Itu sebab 4 kebutuhan yang desperately kita perlukan ini siapa yang bisa menyelesaikannya? Hanya Yesus Kristus yang bisa jawab dengan 4 istilah yang sangat penting muncul di dalam Perjanjian Baru yang sangat kaya.
Yang pertama adalah Yesus Kristus menjadi penebusan Kristus yang disebut sebagai “sacrifice” atau korban. Ini dicatat dalam Efesus 5:2, Kristus telah menjadi korban dan persembahan yang harum bagi Allah. Berarti tuntutan maut dibayar oleh Yesus dengan mati di kayu salib.
Yang ke dua, Yesus Kristus menjadi pendamaian bagi kita. Di dalam 1 Yohanes 4:10 dikatakan, “Inilah kasih itu: bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus AnakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” Terjemahan Indonesia memakai kata “pendamaian” yang dalam terjemahan Inggris memakai kata: Propitiation, yang berarti memuaskan tuntutan kesucian dan keadilan Allah. Ayat ini memperlihatkan inisiatif itu datang dari Allah, Ia mengutus AnakNya. Hanya Allah sendiri yang bisa memuaskan tuntutan kesucian dan keadilanNya.
Yang ke tiga, kata “reconciliation.” Kata itu dipakai oleh Paulus dalam 2 Korintus 5:18, “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya.” Akibat dosa, kita terpisah dari Allah. Kita lari, kita melawan Dia. We fight and flight. Itulah dosa kita. Adam bersembunyi. Tetapi tidak bisa terus bersembunyi dari Tuhan, dia kemudian mempersalahkan Hawa. Ujung-ujungnya mempersalahkan Tuhan. Dosa manusia selalu dalam dua sifat itu. Engkau diam, engkau beri “silent treatment” kepada orang. Tidak peduli dengan hidup orang, dsb. Walaupun kita tidak merugikan orang itu, kita lakukan aspek dosa ini. Itu sebabnya Yakobus bilang, kita sudah berdosa ketika ada hal yang baik yang harusnya kita lakukan, tetapi kita tidak lakukan. Berdosa bukan hanya ketika kita merugikan orang, kita mengambil apa yang dia miliki, kita bergosip dan merusak nama baiknya, dsb. Yesus Kristus mendamaikan kita dengan Allah.
Yang ke empat, kata “ransom” atau penebusan, kata yang dipakai dalam Markus 10:45, “Karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Konsep “ransom” atau tebusan ini sering disalah-mengerti, seolah-olah Yesus membayar tebusan kepada Iblis karena kita asosiasi kalau ada penculik maka kita harus membayar tebusan kepada penculik itu sehingga dengan konsep itu kita berpikir berarti Kristus mati di kayu salib itu membayar tebusan kepada Setan. Tidak. Setan itu illegally menangkap kita. Posisi kita itu bersalah kepada Allah, sehingga tebusan itu diberikan kepada Allah. Dan efek daripada keselamatan itu menghancurkan belenggu si Jahat dan belenggu dosa tidak lagi berkuasa atas kita. Sehingga pujian yang muncul di dalam 1 Korintus 15, “Hai maut, dimanakah sengatmu? Hai dosa, dimanakah kuasamu?” Kita bersyukur, kita umat tebusan yang berada dalam Kristus boleh menerima anugerah ini, karena kita tidak sanggup bisa menolong diri kita sendiri. Hanya Dialah yang menjadi korban penebusan bagi pengampunan dosa-dosa kita. Dia menjadi propisiasi, Dia yang menebus dan melakukan rekonsiliasi memulihkan hubungan kita dengan Allah Bapa. Melalui Yesus Kristus kita bisa mendapatkan jalan masuk kepada Allah, kita mengakui dosa-dosa kita, dan Allah akan berkenan karena Ia melihat wajah Kristus di depan cacat marut dari hidup kita. Melalui kematian dan kehidupan Kristus engkau beroleh penebusan yaitu pengampunan dosamu.(kz)
