Jalani Hidup yang Berarti

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Seri: Eksposisi Surat Ibrani [19]
Tema: Jalani Hidup yang Berarti
Nats: Ibrani 13:1-3

Firman Tuhan hari ini membawa kita memikirkan lebih dalam lagi apa arti “a Good Life” itu, apa artinya hidup yang baik, yang berarti dan bermakna itu bagi setiap kita. What is a good life? Apa artinya hidup yang baik, berarti dan bermakna itu? Kalau kita tanyakan kepada kebanyakan orang, “a good life” itu berarti punya banyak uang sehingga bisa membeli apa saja yang diinginkan; “a good life” berarti bisa pergi jalan-jalan ke mana saja karena dana tersedia; bisa makan di restoran, hidup dengan berkelimpahan dan menikmati segala sesuatu yang mendatangkan kesenangan. Benarkah arti “a good life” seperti itu?

Tuhan Yesus pernah berkata: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu” (Lukas 12:15). Di situ Yesus membuka satu kebenaran yang penting bagi kita: tidak ada kaitan langsung antara kelimpahan kekayaan dengan “a good life.” Tidak ada kaitan langsung antara ketidak-cukupan dalam hidup dengan nelangsa. Yesus berkata: hidup seseorang itu tidak tergantung dengan banyaknya kekayaan yang dia miliki. Yesus melanjutkan perkataanNya dengan kisah “Orang Kaya yang Bodoh.” Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah (Lukas 12:16-21). Apa gunanya seseorang memiliki segala sesuatu tetapi kehilangan nyawanya? Sedih luar biasa jikalau seseorang berlimpah harta kekayaan di dunia ini namun di hadapan Allah dia hanyalah seorang yang miskin melarat adanya.

Penulis Ibrani berkata, “Peliharalah kasih persaudaraan! Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat. Ingatlah akan orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman. Dan ingatlah akan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, karena kamu sendiri juga masih hidup di dunia ini” (Ibrani 13:1-3). Keep on loving one another as brothers and sisters. Do not forget to show hospitality to strangers. Continue to remember those who are mistreated. Tiga ayat ini menjadi panggilan yang penting bagaimana orang Kristen menabur kebaikan [hospitality] di dalam hidup mereka. Tiga ayat yang begitu sederhana bagi setiap anak Tuhan belajar meneladani contoh hidup Yesus Kristus, satu karakter dan pribadi yang begitu agung yang pernah ada di atas muka bumi ini. Ia menyentuh dan menyembuhkan orang yang kusta, Ia membangkitkan orang yang sudah mati, Ia memeluk anak-anak yang kecil, Ia menghargai dan mencintai wanita berdosa yang pada waktu itu direndahkan di dalam masyarakat. Bukankah itu adalah satu keindahan karakter yang agung daripada Tuhan kita Yesus Kristus? Sekalipun hidupNya hanya singkat adanya tetapi sungguh nyata menjadi inspirasi bagi orang-orang beriman di sepanjang sejarah Kekristenan. Dunia ini berhutang dengan orang-orang Kristen membuka rumah-rumah sakit; yang mempelopori penghargaan kepada wanita, yang menegakkan human rights, dan begitu banyak hal yang luar biasa yang dikerjakan di dalam Kekristenan.

Apakah dunia ini akan lebih baik jikalau Kekristenan tidak ada? Beberapa orang Ateis mengatakan dunia ini akan lebih baik tanpa Kekristenan, karena Kekristenan itu meracuni segala sesuatu. Kalimat itu adalah kalimat yang tidak benar adanya. Kita tahu betul, kita dipanggil Tuhan menjadi orang yang memancarkan kebenaran, kekudusan dan saksi bagi Tuhan Yesus Kristus. Tetapi di dalam perjalanan sejarah Kekristenan harus kita akui, ada segelintir orang yang melakukan sesuatu yang seperti ragi yang mengkhamirkan seluruh adonan; karena tindakan dan perbuatan mereka telah merusak keindahan Kekristenan dan pekerjaan dan pelayanan anak-anak Tuhan di dalam sepanjang sejarah.

“Peliharalah kasih persaudaraan!” ini adalah panggilan penulis Ibrani kepada jemaat penerima suratnya, kepada orang-orang yang notabene sedang kecewa dan down; mereka menghadapi persoalan yang begitu berat dan hidup mereka begitu susah bahkan mereka tidak bisa mencukupkan untuk diri mereka sendiri. Namun walaupun di tengah-tengah kesulitan yang mereka alami, penulis Ibrani mengatakan teruslah melakukan kasih persaudaraan. Ini adalah panggilan bagaimana kasih, sukacita menjadi bukti nyata engkau adalah orang Kristen dan anak-anak Tuhan yang sungguh otentik dalam hidupmu. Kasih persaudaraan di antara anak-anak Tuhan di dalam gereja adalah sesuatu hal yang begitu indah. Kasih yang terjadi karena kita sama-sama adalah orang yang percaya dan sama-sama mengasihi Tuhan. Kita menunjukkan perhatian, kita saling mendoakan dan menguatkan saudara kita yang lemah. Kita bisa saling melayani dan mendukung pekerjaan Tuhan dengan sukacita dan generosity di tengah-tengah komunitas gereja. Dan bukan saja kita mencintai mengasihi orang-orang di gereja kita; kita bersyukur kasih dan perhatian itu kita perluas kepada orang-orang lain yang bukan dari denominasi gereja kita; melihat mereka satu dan sama dengan kita oleh karena mereka pun mencintai dan mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus.

Brotherhood love itu mutual, bukan? Di dalam gereja, di dalam pelayanan, kita sama-sama menyatakan kasih itu satu kepada yang lain, kita juga bisa mendapatkan balasan yang baik dari orang itu. Itu adalah persaudaraan yang imbal balik. Tetapi tidak berhenti kepada kasih kepada sesama saudara seiman di gereja, penulis Ibrani mengajak kita mengasihi lebih daripada itu. “Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.” Kalimat yang diucapkan penulis Ibrani ini sangat besar kemungkinan itu mengacu kepada peristiwa dalam Kejadian 18:1-8 dimana Abraham sedang berada di kemahnya ketika melihat ada tiga orang asing datang. Abraham berlari menyambut mereka, dan mengundang mereka datang ke kemahnya dan menjamu mereka dengan segala keramahan. Alkitab memang mencatat itu adalah malaikat TUHAN yang menyamar seperti manusia. Tetapi jelas Abraham tidak tahu akan hal itu, bukan? Dan penulis Ibrani mengatakan siapa tahu, siapa duga orang yang lusuh dan compang-camping itu adalah malaikat Tuhan sendiri yang sedang menyamar. Maka jikalau ada orang-orang asing yang tidak engkau kenal, yang miskin dan papa datang mengetuk pintu rumahmu, buka pintu dan sambutlah mereka.

Kita dipanggil untuk memperluas kasih kita kepada orang-orang yang tidak bisa membalas kembali kasih dan kebaikan kita. Orang yang tidak engkau kenal, yang miskin dan melarat seperti ini berada di depan pintu rumahmu, itu adalah orang yang tidak bisa membalas kembali apa yang engkau telah lakukan kepada mereka. Mereka tidak ada kemungkinan untuk membalas kebaikanmu karena mereka adalah orang pendatang, pengembara, orang-orang asing yang hanya mampir sebentar dan lalu pergi. Orang-orang yang tidak sanggup untuk bisa membalas kembali.
Dalam Matius 25:34-40 Yesus memberikan pengajaran yang penting sekali, pada waktu Yesus bicara mengenai identitas kita sebagai orang Kristen yang otentik, apa tandanya, Ia mengatakan: “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Jikalau Yesus datang bertamu ke rumahmu, apakah engkau akan menjamuNya dengan hormat dan kasih? Engkau pasti akan mempersiapkan perjamuan yang mewah bagi Dia, bukan? Tetapi jikalau seandainya Tuhan datang menyamar sebagai wanita tua yang lusuh, apakah engkau akan menjamunya sama seperti engkau menjamu Tuhan?

Dalam Ulangan 24:19-22 Musa memberikan perintah ini: “Apabila engkau menuai di ladangmu, lalu terlupa seberkas di ladang, maka janganlah engkau kembali untuk mengambilnya; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda – supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu. Apabila engkau memetik hasil pohon zaitunmu dengan memukul-mukulnya, janganlah engkau memeriksa dahan-dahannya sekali lagi; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda. Apabila engkau mengumpulkan hasil kebun anggurmu, janganlah engkau mengadakan pemetikan sekali lagi; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda. Haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir; itulah sebabnya aku memerintahkan engkau melakukan hal ini.” Betapa indah ayat-ayat ini, bukan? Allah kita adalah Allah yang mengasihi dan memperhatikan orang-orang yang miskin dan papa tanpa melihat latar belakangnya. Tuhan bilang, kalau ada panen di ladangmu, jangan diambil semua, sisakan beberapa berkas supaya orang asing, anak yatim dan janda boleh mengambil buat mencukupkan kebutuhan mereka.
Tetapi kita tidak berhenti sampai di situ. Ayat 3 berkata, “Ingatlah akan orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman. Dan ingatlah akan orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang, karena kamu sendiri juga masih hidup di dunia ini.” Engkau tidak berhenti pasif hanya menanti orang asing mengetuk pintu rumahmu; pergilah mencari orang-orang yang ada di dalam penjara, pergilah mencari dan membela orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang. Itu bukan saja bicara soal hospitality tetapi bicara mengenai social justice, itu bicara bagaimana kita menjangkau kepada kemiskinan, kepada orang-orang yang diperlakukan dengan tidak semena-mena di dalam hidup ini. Dua bagian ini bicara mengenai kelompok manusia yang tidak ada kemungkinan membalas kembali apa yang engkau lakukan dan kerjakan bagi mereka. Ayat ini mengingatkan kepada kita motivasi kita betul-betul tulus dan indah. Itu berarti di situlah kasih dan pelayanan daripada anak-anak Tuhan sama seperti Kristus, tidak pernah mencari bagi reputasi diri sendiri, dan tidak pernah mencari itu bagi kepentingan dan untuk mendapatkan sesuatu di dalamnya. Saya pergi, saya melayani, tidak pernah dengan tujuan untuk mendapatkan kembali lebih banyak daripadanya. Mari kita perhatikan baik-baik hal seperti ini.
Siapakah yang pertama kali merintis pelayanan rumah sakit, yang merawat dan memelihara orang-orang yang terluka di dalam peperangan, tanpa melihat latar belakang bangsa, budaya, dan agama orang itu? Sejarah memberitahukan kepada kita semua pelayanan sosial itu diinspirasikan oleh apa yang sudah dikerjakan dan dilakukan oleh Tuhan Yesus, dan itu adalah esensi kasih daripada iman Kristen. Sangat besar kemungkinan pelayanan hospitality dan charity yang paling tua di dunia dan yang sampai hari ini tetap berjalan itu adalah “The Knights Hospitaller” yang dimulai tahun 1100-an. Mereka adalah ksatria-ksatria yang datang di dalam beberapa masa sebelumnya Yerusalem menjadi tempat ziarah dimana banyak orang-orang dari Eropa melakukan perjalanan ke “tanah suci.” Di tengah perjalanan seperti itu, mereka mungkin dirampok, ada yang sakit, kehabisan bekal dan uang. Maka para ksatria itu menolong mereka sampai kuat dan bisa melanjutkan perjalanan mereka. Nama mereka adalah “The Order of Knights of Hospital of St. John of Jerusalem, of Rhodes, and of Malta.” Mereka membuka rumah dan membuka tenda mereka untuk menampung dan merawat orang-orang yang sakit, orang-orang yang berada dalam penderitaan dan yang tidak punya uang dan makanan. Waktu Sultan Saladin merebut kota Yerusalem di tahun 1187 AD, kelompok orang-orang ini diusir pergi dari Yerusalem. Tetapi kemana saja anak-anak Tuhan pergi, mereka menjadi berkat bagi tempat yang membuka pintu bagi mereka. Inilah keindahan daripada anak-anak Tuhan. Kemana saja anak-anak Tuhan pergi, jalan perjalanan hidup mereka adalah perjalanan yang membangun rumah sakit, membangun edukasi dan bukan menghancurkan dan merusak pekerjaan baik yang sudah ada. Itulah hati daripada orang-orang percaya dan itu tidak boleh luntur dari hati kita. Ada beberapa contoh pelayanan orang-orang Kristen yang menjadi berkat yang luar biasa sepanjang sejarah bagi orang-orang yang diperlakukan sewenang-wenang. Ada banyak anak Tuhan sekarang yang memperhatikan begitu banyak anak yang mengalami child/sex trafficking, sexual abused dan pelayanan bagi mereka yang ada dipenjara. Seorang bernama Anthony Ashley Cooper, the seventh Earl of Shaftesbury, tahun 1827 ditunjuk sebagai salah satu anggota parlemen Inggris yang paling muda, di usia 25 tahun, sadar akan panggilan Tuhan baginya melayani di bidang politik. Dia hidup pada era revolusi industri di Inggris dimana anak dari umur 9-15 tahun dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik dan banyak dari mereka yang meninggal karena kecelakaan di tempat pekerjaan mereka. Dia berdiri dan memperjuangkan hak perlindungan bagi anak-anak, dan itu berarti berhadapan dengan kuasa dari satu kegerakan industri yang sedang berkembang, bukan? Dia mengatakan anak-anak seperti ini tidak boleh di-abused. Dia ditunjuk sebagai anggota komisi yang tidak prestisius, yaitu memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang sakit mental dan orang gila. Selama 57 tahun dia dengan setia melayani di Metropolitan Lunacy Commission. Dia mengatakan, “No wonder that people think of me as small as my work and yet I would not change it. Surely God has called me to the career.” Dia menjangkau orang-orang yang berada di dalam penjara, dan orang-orang yang diperlakukan dengan tidak adil, kaum marginal; orang yang dianggap tidak produktif, orang yang dianggap hanya membebani masyarakat belaka. Kita juga ingat William Wilberforce yang juga anggota parlemen Inggris yang berjuang untuk menghapus perdagangan budak di abad 19, bukan? Pada waktu anak-anak Tuhan ditempatkan di dalam posisi seperti itu di masyarakat, melihat apa yang Yesus kerjakan, mereka juga menjadi orang yang terinspirasi di dalam pekerjaan dan pelayanan mereka.

Florence Nightingale dikenal sebagai pelopor bagi perawat jaman modern. Sebagai seorang anak perempuan dari pemilik tanah yang kaya raya, ambil keputusan untuk menjadi seorang perawat yang melayani orang-orang yang sakit karena luka-luka di medan perang, itu adalah sebuah keputusan yang tidak gampang. Dia dikenal dengan sebutan “the lady with the lamp,” karena sebagai seorang perawat, setiap malam dia mengunjungi dan memeriksa pasien-pasiennya dan menghibur mereka. Tahun 1850 dia menulis di buku hariannya, “God called me in the morning and asked me would I do good for Him, for Him alone without reputation.” Tuhan memanggil aku di pagi hari apakah aku mau berbuat kebajikan bagiNya, dan hanya bagiNya semata tanpa mencari reputasi diri. Florence Nightingale bukan saja menjadi perawat, tetapi di masa-masa hidupnya selanjutnya dia memakai posisinya untuk me-lobby perbaikan sanitasi bagi militer dan rumah-rumah pekerja yang miskin, pelatihan bagi perawat dan regulasi bagi profesi perawat, mendesain rumah sakit, bahkan memberikan arahan bagi irigasi dan pengaturan di tengah bala kelaparan, dan mengarahkan dan menghapus aturan prostitusi yang merendahkan wanita.

Apa arti “the good life” bagi engkau dan saya? Apakah kita yang sudah mendapatkan begitu banyak secara exponential, gaji kita naik, bonus tahunan bertambah, nilai saham kita menaik. Ketika kita mendapatkan banyak, apakah kemudian itu berbanding lurus dengan pengeluaran bagi diri sendiri? Apakah akhirnya itu menyebabkan taraf hidup dan expenses kita juga naik? Kita perlu rumah yang lebih besar, lebih mewah, mobil yang baru, belanja barang-barang mewah lebih banyak? Ataukah, sekalipun pemasukan menjadi berlipat-ganda, kita tetap menjadi seorang yang indah dan baik di hadapan Tuhan, puas dan cukup pada diri sendiri. Dan apa yang Tuhan percayakan kepada kita tidak kita pakai hanya untuk diri sendiri. Tuhan ingatkan kepada kita ada “buah-buah dari carang-carang” hidup kita yang tidak boleh kita ambil semuanya untuk diri sendiri. Biarlah orang-orang yang kekurangan dan membutuhkan boleh memetik dan makan daripadanya. Mereka tidak bisa beli, mereka tidak bisa bayar. Kita tidak kenal entah siapa mereka, kita tidak tahu kapan mereka datang; bisa hari ini bisa hari lain mereka datang mengetuk pintumu; senantiasa bersiap diri karena
engkau dipanggil oleh Tuhan untuk menyatakan kasih dan hospitality seperti itu.

Natal akan segera tiba, mari kita sama-sama berdoa minta hikmat dari Tuhan untuk hidup berkenan kepada Tuhan. Mari kita bawa syukur kepadaNya untuk segala berkat yang kita terima sepanjang tahun ini. Jangan mengecilkan dan menyunat pelayanan finansial yang sepatutnya dan selayaknya untuk mendukung gerejamu dan kepada anak-anak Tuhan dan orang-orang yang lain dan kepada pekerjaan Tuhan dan pelayanan yang ada. Berdoalah kepada Tuhan supaya engkau bisa memperluas horison cinta kasihmu sebagai orang Kristen melebihi apa yang engkau sudah lakukan di waktu-waktu sebelumnya; bukan untuk reputasi diri dan bukan untuk menyebutmu sebagai donor yang berkorban, tetapi engkau lakukan itu sama seperti engkau melayani Tuhanmu sendiri.(kz)