Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Seri: Eksposisi Surat Ibrani [10]
Tema: Salvation: Once and Forever
Nats: Ibrani 9:27,28; 10:10,12-13,16-17
Dalam Ibrani pasal 7-10 begitu jelas kita melihat setralitasnya kepada Yesus Kristus, Imam Besar yang agung, yang diberikan Tuhan Allah kepada kita. Sebagai Imam Besar, Ia menjadi Pengantara yang membawa kita bertemu dengan Tuhan Allah. Ia bukan Imam Besar menurut peraturan Lewi, yang setiap waktu terus berganti, yang sendirinya harus mempersembahkan korban setiap hari bagi pengampunan dosa mereka dan bagi umat mereka. Imam Besar yang kita miliki adalah Anak Allah yang turun dari surga, memberikan diriNya yang tidak bercacat cela menjadi persembahan yang suci dan kudus satu kali untuk selama-lamanya bagi keselamatan kita. Sehingga Ibrani pasal 7-10 saya akan simpulkan dengan judul: “Salvation: Once and Forever.” Di dalam beberapa pasal ini ada berkali-kali kata “satu kali untuk selama-lamanya” ini muncul sehingga ada 4 point yang akan saya bicarakan dalam khotbah hari ini bicara mengenai kata ini.
Hal yang pertama, semua manusia mati hanya satu kali saja, lalu sesudah itu dihakimi. “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja dan sesudah itu dihakimi” (Ibrani 9:27). Semua manusia di atas muka bumi ini mengakui “kita hanya hidup satu kali saja, sesudah itu kita akan mati.” Lalu bagaimana manusia berespon terhadap kehidupan yang dia jalani di dunia ini?
Saya percaya, ada dua arus pikiran yang terus berjalan dan mempengaruhi cara hidup manusia sampai sekarang. Dalam Kisah Rasul 17:18 dicatat Paulus bersoal-jawab dengan dua kelompok orang. Yang satu adalah kelompok orang yang mengikuti filsafat Epikuros dan dan yang satu lagi dari kelompok Stoa. Siapakah mereka ini? Dalam pengajaran filsafat Yunani, dua arus pandangan ini Epicureanism dan Stoicism, adalah dua arus pandangan yang sama sekali bertolak-belakang. Orang yang menganut pandangan Epikuros mengatakan: kita hidup di dunia ini hanya satu kali saja, maka kita harus menikmati hidup ini. Maka tujuan hidup manusia adalah menghindar dari sakit-penyakit dan kematian. Karena kita hanya hidup satu kali saja, bersenang-senanglah, nikmatilah, lakukan apa saja yang menyenangkan hati. Boleh kita katakan Epicurean ini mewakili orang-orang yang bersifat Materialistik. Sebaliknya orang-orang yang menganut pandangan filsafat Stoa [Stoicism] lebih mengejar hikmat bijaksana, bukan kepada hal fisik ini tetapi kepada kepuasan pikiran.
Kita hidup satu kali, lalu kita mati, itu yang dunia selalu katakan. Tetapi penulis Ibrani mengatakan: “Kita mati satu kali, lalu dihakimi.” Bagi orang yang tidak percaya Tuhan, hidup cuma satu kali, lalu selesai; kematian itu adalah satu proses alamiah saja. Namun Alkitab dengan jelas memberitahukan kepada kita mati itu bukan bagian daripada penciptaan Allah. Mati bukan sekedar proses alamiah manusia lahir, menjadi besar, lalu menjadi tua lalu kemudian dia mati. Mati adalah persoalan rohaniah; mati itu adalah akibat daripada kejatuhan manusia di dalam dosa. Pada waktu Allah mencipta Adam dan Hawa, Allah menyatakan satu larangan untuk mereka “pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat jangan engkau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:17). Mati itu adalah satu relasi yang putus; relasi yang diskontinuitas, relasi yang terhenti oleh karena kematian yaitu relasi antara kita yang dicipta dengan Allah Pencipta. Akibat dosa relasi hubungan manusia dengan Allah putus dan manusia dibuang untuk selama-lamanya; tidak mempunyai relasi dengan Allah yang hidup dan suci, Allah yang kudus dan terang. Dalam dosa, berarti manusia berelasi dengan maut, neraka, kematian, kegelapan selama-lamanya. Relasi itu adalah hal yang sangat penting karena itu bicara mengenai hal yang bukan sementara tetapi itu bicara mengenai hal yang tidak pernah berubah dan kekal selama-lamanya. Manusia tidak sanggup bisa merestorasi relasi itu. Puji Tuhan, Alkitab mengatakan Allah yang datang mencari kita. Allah datang, Allah bersekutu dengan manusia. Inisiatif itu datang dari Allah. Pada waktu kita mengucapkan “Doa Bapa Kami,” kita meminta “Datanglah kerajaanMu di bumi seperti di surga.” Artinya, kita merindukan Allah menjadi Raja yang memerintah di dunia ini dan kita merindukan kehendakNya terjadi di dunia ini. Ketika Yesus datang inkarnasi, Injil Yohanes mengatakan Anak Allah “diam di antara kita” (Yohanes 1:14), di situ Yohanes memakai kata unik, Yesus “tabernakel” mengacu kepada kemah suci Allah yang diam di antara umatNya di gunung Sinai.
Kelak, ketika langit dan bumi baru bersatu, tidak ada lagi dosa di atas muka bumi ini, dan Allah akan berdiam di tengah-tengah manusia untuk selama-lamanya (Wahyu 21:1-3). Itu adalah tindakan Allah, kegerakan dari Allah yang mau datang memulihkan relasi itu dengan umatNya.
Yang ke dua, ayat ini mengatakan: kita mati satu kali dan sesudah itu dihakimi. Dihakimi berarti satu kali kelak kita akan berdiri di hadapan tahta pengadilan Allah dan mempertanggung-jawabkan apa yang kita lakukan selama hidup yang diberikan oleh Sang Pencipta itu kepada kita di dunia ini. Karena Ia Pencipta kita, Ia berhak menuntut pertanggung-jawaban kita. Betapa bersyukur jika pada waktu kita hidup, kita diberi kesempatan oleh Tuhan mengalami perjumpaan dengan Tuhan, relasi kita dipulihkan dengan Tuhan, Ia mengampuni dosa-dosa dan pelanggaran kita dan kita menikmati keselamatan bersama dengan Tuhan. Dan sebagaimana dikatakan oleh rasul Paulus dalam Roma 8:1 “tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.”
Hal yang ke dua, Yesus Kristus mati satu kali untuk selama-lamanya. KematianNya adalah kematian yang berkhasiat karena Ia adalah Anak Domba Allah yang kudus dan tidak bercacat cela dan hidupNya adalah hidup yang tidak ada batasnya. “Demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia” (Ibrani 9:28). Point inilah yang dibangun oleh penulis Ibrani dengan memperbandingkan pengorbanan Yesus lebih superior, lebih tinggi dibandingkan dengan sistem dan cara ibadah dalam tradisi agama Yahudi berdasarkan aturan Perjanjian Lama. Ibadah itu dilakukan setiap hari untuk mengingatkan mereka korban dan darah kambing dan domba yang dicurahkan tidak sanggup bisa menebus dosa kita. Sampai Allah Bapa sendiri mempersembahkan AnakNya sebagai Anak Domba yang sempurna dan tidak bercacat cela yang datang ke dunia. Setiap hari imam-imam harus membawa persembahan korban dan darah binatang yang dikorbankan masuk ke dalam bait Allah, mengganti roti yang ada di dalam ruang kudus, dan menyalakan lilin [menorah] yang ada di situ untuk menyatakan dua hal yang penting melalui ibadah di dalam Bait Suci itu, yaitu Allahlah yang memelihara hidup kita setiap hari. Yang kedua, Dialah yang menuntun jalan hidup kita melalui terang cahayanya. Sehingga pada waktu Yesus datang ke dunia, ada dua mujizat yang Yesus lakukan, yang pertama Ia melakukan mujizat memberi makan 5000 orang untuk menunjukkan Ialah Roti Hidup itu (Yohanes 6:33,35,48,51,58). Di situ Yesus juga menunjukkan satu point penting: engkau datang hanya untuk roti untuk mengenyangkan perut saja, padahal bukan itu yang terpenting. Yang terlebih penting adalah datang kepada Allah sumber hidup yang mengenyangkan kebutuhan spiritual manusia. Barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi untuk selama-lamanya (Yohanes 6:58). Beberapa kali Yesus berkata, “Akulah Terang Dunia” (Yohanes 8:12, 9:5, 12:46). Barangsiapa mengikut Kristus, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.
Dalam bagian ini ada dua point yang penting mengapa Yesus bisa mengorbankan hidupNya, memberikan tubuhNya untuk dikorbankan mati di kayu salib hanya satu kali dan khasiatnya untuk penebusan manusia selama-lamanya? Ibrani 7:25-27 dikatakan, “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka. Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi daripada tingkat-tingkat surga, yang tidak seperti imam-imam besar lain yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukanNya satu kali untuk selama-lamanya ketika Ia mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban.” Yesus berkualifikasi karena Yesus Kristus melakukan satu tindakan yang di dalam istilah teologi kita sebut sebagai “the active obedience of Christ” satu ketaatan yang aktif. Apa yang dimaksud dengan ketaatan yang aktif? Ibrani 7:26 mengatakan Ia berbeda dengan imam-imam besar yang ada, karena Imam Besar yang kita miliki secara aktif ada di atas muka bumi ini menjalankan semua tuntutan Allah dengan sempurna. Satu pun dari tuntutan Allah itu tidak ada yang dilanggar olehNya sehingga Ia menjadi satu-satunya manusia yang ada di atas muka bumi ini yang tidak pernah melakukan dosa, karena dengan secara aktif Dia taat melakukan semua yang dituntut oleh hukum Taurat. Tidak gampang dan tidak mudah, bukan? Pada waktu Yesus berdiri di tengah pengadilan imam besar, seorang pengawal menampar Dia, Yesus berkata, “Jikalau kataKu itu salah, tunjukkanlah salahnya. Tetapi jikalau kataKu itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?” (Yohanes 8:23) dan di tengah pengadilan Pilatus, Pilatus sendiri berkata kepada pemimpin-pemimpin agama orang Yahudi, “Aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya” (Yohanes 18:38). Sekalipun setiap saat musuh-musuh Yesus selalu mengamat-amati untuk mencari kesalahan daripadaNya, mereka tetap tidak bisa menemukan satu kalipun kesalahan pada Yesus. Bukankah hanya ada dua yang bisa menunjukkan kesalahan kita; satu, orang yang paling dekat dengan kita yaitu pasangan kita dan anggota keluarga yang tinggal bersama di rumah; dan ke dua, orang yang membenci kita dan menjadi musuh yang selalu mencari-cari kelemahan dan kesalahan kita? Kita bisa slip lidah, salah bicara, karakter kita yang tidak sabar, emosi yang tidak bisa kita kontrol, dsb. Itulah kita manusia yang penuh dengan kelemahan. Musuh akan selalu mencari-cari jalan bagaimana menemukan kesalahan kita. Yang ke dua, dalam teologi disebut ketaatan pasif [the passive obedience of Christ], yaitu dalam kekekalan Yesus Kristus sebagai Anak Allah menundukkan diriNya di hadapan Allah Bapa untuk menaati rencana keselamatan yang Bapa tetapkan melalui pengorbanan AnakNya sendiri mati di kayu salib menggantikan manusia yang berdosa. Ibrani 10:7 mengutip Mazmur 40:7 untuk menyatakan hal ini. “Lalu Aku [Yesus Kristus] berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendakMu, ya Allah.” Semua apa yang firman Tuhan katakan dan nubuatkan tentang Yesus dalam Perjanjian Lama. Yesus Kristus, Anak Allah itu datang dan Ia akan melakukan kehendak Bapa; itu yang kita sebut dengan ketaatan pasif. Jesus submitted Himself, Yesus menaklukkan dan menundukkan diri untuk mati di atas kayu salib bagi engkau dan saya. Ia melakukan ini satu kali dan kuasa pengorbananNya selama-lamanya karena Ia adalah korban yang sempurna dan yang tidak berdosa.
Dan bukan itu saja, Yesus berkualifikasi karena Ia adalah Anak Allah; sehingga hidup Dia itu adalah hidup yang tidak dapat binasa (Ibrani 7:16). PengorbananNya adalah berdasarkan “the indestructible life” hidup yang tidak mungkin binasa. Yesus menjadi korban yang sempurna dan tidak berdosa itu didasarkan kepada hidup yang tidak ada batasnya. Kalau Ia hanya sempurna dan tidak bercacat cela, tetapi hidupNya ada limitasi, maka Ia tidak bisa menggantikan sebanyak mungkin orang. Tetapi karena hidupNya adalah hidup yang tidak dapat binasa, Ia dapat menjadi pengganti bagi sebanyak mungkin orang. Itu menjadi satu hal yang indah, bukan? Sebelumnya, selama berabad-abad perlu berulang-ulang domba jantan dipersembahkan, karena domba itu terbatas, hanya bisa mewakili engkau, menjadi simbol pengganti satu kali saja. [itulah sebabnya kita bersyukur untuk kuasa pengampunan Yesus Kristus yang] once and forever, karena Ia adalah korban Domba Allah yang tidak bercacat cela dan hidupNya tidak berakhir adanya.
Hal yang ke tiga, oleh karena pengorbanan Kristus kita telah menerima pengudusan dari Allah, satu kali untuk selama-lamanya dan Ia tidak lagi mengingat dosa-dosa kita. Ibrani 10:10 mengatakan, “Dan karena kehendakNya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.” Dan Ibrani 10:16-17: Sebab setelah Ia berfirman: “Inilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan mereka sesudah waktu itu,” Ia berfirman pula: “Aku akan menaruh hukumKu di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka, dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka.” For once and forever, kita telah dikuduskan oleh karena persembahan tubuh Yesus Kristus. For once and forever, Allah tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan kita. Kita dikuduskan bukan karena pada dasarnya kita orang kudus, bukan karena kita melakukan sesuatu yang akhirnya membuat Allah menguduskan kita tetapi karena pengudusan daripada Kristus Yesus terjadi kepada kita. Dan Allah memberikan satu janji yang luar biasa. Allah berjanji membereskan relasi kita dengan Allah yang sebelumnya telah rusak dan putus. Allah tidak akan mengungkit-ungkit kesalahan dan dosa kita karena relasi itu sudah pulih. Dosamu telah diampuni! Pada waktu Yesus mengatakan kalimat ini kepada seorang yang lumpuh, kagetlah semua ahli Taurat, orang-orang Farisi dan semua pemimpin agama mendengarnya. Selama ini yang mereka tahu, dosa itu diampuni harus melalui cara dan sistem tertentu yaitu dengan pengorbanan darah binatang. “Siapa orang ini sehingga Dia berani mengucapkan kalimat seperti ini?” Yesus berhak mengatakan seperti ini karena Ia telah menjadi Juruselamat setiap kita [baca: Matius 9:1-8).
Pada waktu hidup kita ditebus oleh Kristus, kita telah dimerdekakan dari perbudakan dosa itu sehingga dosa tidak lagi mengatur dan menguasai kita, sekalipun dosa tetap mempunyai kekuatan dan kuasa dan kebengisan yang tetap sama. Dosa tidak akan henti-henti dan dengan segala cara akan berusaha menjatuhkan kita, membuat kita gagal, terlena dan kembali jatuh. Pada saat kita berada di dalam kejatuhan yang dalam, pada waktu Iblis menuduh kita, kita datang kepada Allah dan menerima pengampunanNya. Dalam 1 Yohanes 1:9 dikatakan, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Allah kita setia dan adil, Ia akan mengampuni dosa kita yang mengakuinya di hadapanNya. Tuhan Yesus Kristus mengajar kita untuk berdoa “Doa Bapa Kami” dan meminta Bapa untuk mengampuni kita akan kesalahan kita.
Kita harus peka, kita harus menyadari setiap hari kita hidup hanya karena anugerah Allah. Allah kita adalah Allah yang penuh dengan kasih dan rahmat; Allah yang penuh dengan segala kebaikan dan keindahan. Tidak ada bayang-bayang dan pertukaran di dalam Dia memperlakukan kita. Dalam relasi itu, kata rasul Paulus, “kita bisa tidak setia kepada Tuhan tetapi Tuhan tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya” (2 Timotius 2:13), artinya Allah tidak bisa tidak setia karena itu bertentangan dengan karakter Allah. Tetapi pada saat yang sama Alkitab mengatakan Ia adalah Allah yang adil, sehingga Ia mendatangkan penghukuman. Kita bersyukur karena penghukuman yang seharusnya jatuh kepada kita yang berdosa, penghukuman itu jatuh ke atas pundak Tuhan kita Yesus Kristus. Tetapi itu tidak berarti kita boleh hidup sembarangan dan tidak berjalan di dalam kebenaran dan kesucian. Maka kita tahu ada disiplin Allah, ada teguran Allah, itu diberikan bukan untuk menghancurkan kita tetapi untuk memperbaiki dan memulihkan kita, menyadarkan kita untuk hidup sebagai orang yang sudah menjadi milik Tuhan.
Hal yang terakhir yang ke empat, Yesus Kristus akan datang kembali sekali lagi untuk selama- lamanya. Ibrani 9:28 mengatakan, “Demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka yang menantikan Dia.” Pada kedatanganNya yang pertama, Yesus datang untuk mengorbankan diri mati di kayu salib menanggung dosa manusia. Tetapi pada kedatanganNya yang ke dua, Ia tidak akan lagi melakukan hal yang sama. Pada kedatanganNya yang ke dua ini Yesus akan datang dengan segala kemuliaan dan keagungan dan untuk selama-lamanya tinggal bersama umatNya. Kedatangan yang ke dua ini menjadi finalisasi dari keselamatan bagi kita. Dan pada hari itu Yesus Kristus akan menghancurkan musuh yang terbesar yaitu Iblis yang kepalanya akan diremukkan dan yang akan dijadikan tumpuan kaki Yesus. Dalam Ibrani 10:12-13 dikatakan, “Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, dimana musuh-musuhNya akan dijadikan tumpuan kakiNya.” Puji Tuhan! Itulah kegenapan dari janji Allah sejak awal dalam kitab Kejadian ketika manusia sudah jatuh ke dalam dosa, Allah berkata kepada Iblis, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kejadian 3:15). Di atas kayu salib, Iblis telah meremukkan tumit Kristus; tetapi pada kedatanganNya yang ke dua, Yesus Kristus akan meremukkan kepala Iblis, menjadi penggenapan dari nubuat ini.
Kita bersyukur kita bisa melihat dengan begitu jelas apa yang surat Ibrani berikan kepada kita melalui kata “sekali dan selama-lamanya.” Biar empat hal ini mengingatkan kita: Pertama, semua manusia mati hanya satu kali saja, lalu sesudah itu dihakimi. Namun kita bersyukur, oleh karena Yesus telah menjadi Tuhan dan Juruselamat kita, Allah tidak menghakimi dosa-dosa kita. Penghukuman dan penghakiman Allah telah ditanggung oleh Yesus Kristus bagi kita. Ke dua, Yesus Kristus mati satu kali untuk selama-lamanya. KematianNya adalah kematian yang berkhasiat karena Ia adalah Anak Domba Allah yang kudus dan tidak bercacat cela dan hidupNya adalah hidup yang tidak ada batasnya. Ke tiga, oleh karena pengorbanan Kristus kita telah menerima pengudusan dari Allah, satu kali untuk selama-lamanya dan Ia tidak lagi mengingat dosa-dosa kita. Dan ke empat, kita menantikan hari dimana Ia akan datang kembali untuk ke dua kalinya dalam segala kemuliaan, tinggal dan berdiam di tengah umatNya. Hari itu Ia menjadikan semua musuh-musuhNya di tumpuan kakiNya dan Ia memerintah selama-lamanya di dalam kebenaran dan kekudusanNya.(kz)
