Bagaimana Hidup Beriman dengan Benar?

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Seri: Eksposisi Surat Ibrani [13]
Tema: Bagaimana Hidup Beriman dengan Benar?
Nats: Ibrani 10:36 – 11:40

“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1).

Di masa pandemi seperti ini, mari kita sama-sama renungkan apa efek yang dialami gereja Tuhan dalam kehidupan pelayanan dan berkomunitas? Jelas sekali secara kasat mata kita tahu natur ibadah kita tidak lagi seperti dulu, banyak pelayanan-pelayanan yang harus ditunda dan dibatasi. Mungkin ada sebagian gereja yang mengalami pergumulan oleh karena persembahan menjadi berkurang, ada pelayanan misi yang terhambat karena kran dana macet, dsb. Karena situasi pandemi ini banyak orang Kristen yang merasa bahwa ibadah di dalam gedung gereja tidak lagi menjadi hal yang esential; mau datang atau tidak, terserah kita, dsb. Dulu kita rindu bagaimana mengajak orang-orang yang belum percaya Tuhan untuk bisa kita bawa datang ke gereja. Tetapi sekarang sudah berubah, mengajak dan memanggil orang Kristen sendiri untuk datang beribadah di gereja menjadi sesuatu yang berat luar biasa. Kenyamanan teknologi dengan live-stream, berbagai opsi yang disediakan lewat youtube dan berbagai media sosial telah merubah pola hidup orang Kristen. Hari Minggu menjadi waktu keluarga pergi jalan-jalan rekreasi, menikmati hobby dan kesempatan lain,
lalu kalau sempat di sore atau malam, tinggal pilih channel apa saja dengan pengkhotbah favorit dan menjadikan itu sebagai personal worship. Maka panggilan saya hari ini, mari setiap kita bertanya dengan jujur di hadapan Tuhan, apakah situasi pandemi ini telah membuat hati kita berubah? Apakah virus ini telah membuat cinta kita kepada rumah Tuhan berkurang? Apakah kerinduan kita untuk berkumpul sama-sama sebagai komunitas anak-anak Tuhan telah hilang? Apakah itu kemudian memalaskan kita untuk ambil bagian dalam pelayanan? Ataukah kita tidak memikirkan bagaimana membimbing anak-anak kita, generasi-generasi yang ada di bawah, supaya mereka itu memikirkan pekerjaan Tuhan? Jikalau kata “Pandemi COVID-19” kita ganti dengan kata “aniaya, persekusi, apa yang akan terjadi kepada kita?

Jemaat penerima surat Ibrani menghadapi tantangan yang mirip dengan apa yang saat ini sedang kita hadapi. Kita bisa melihat dengan jelas ada teguran keras tetapi juga dengan panggilan pastoral dari surat ini ketika anak-anak Tuhan mulai lemah imannya, menjadi undur dan kehilangan keberanian dan sukacita dalam ibadah. Do not shrink back, persevere! Jangan undur dan menjadi ciut. Terus berjalan. Itulah sebabnya, penulis Ibrani ingin mengajak orang-orang Kristen dalam kondisi dan keadaan seperti ini sebagai orang-orang yang beriman dan percaya kepada Kristus, bagaimana hidup sebagai orang yang beriman kita jalani dengan nyata dalam hidup sehari-hari? Ibrani 11 secara unik memberikan beberapa contoh hidup dari tokoh iman di Perjanjian Lama, bagaimana Tuhan melihat hidup orang-orang itu lebih daripada manusia melihat apa yang terjadi dalam hidup mereka.

“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1). Inilah definisi iman yang penting luar biasa. Pengharapan itu belum kita lihat tetapi kita menjalani hidup sebagai orang beriman berdasarkan apa yang kita akan dapatkan kelak. Sekalipun itu belum kita dapat sekarang, tidak masalah. Kita menjalani hidup beriman seperti itu.
Saya tidak akan bahas secara mendetail hidup dari orang-orang yang disebutkan di sini, saya akan bagi dalam empat kelompok kategori. Kelompok yang pertama ada tiga nama muncul: Habel (ayat 4), Henokh (ayat 5), Nuh (ayat 7). Ini adalah beberapa nama yang ada dicatat dalam Kejadian 4-11. Di mana perbedaan yang unik dari tiga orang ini? Ibrani 11:4 berkata, “Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati.” Habel mau hidup beriman kepada Tuhan, apa yang terjadi? Hidupnya langsung di cut-short, dibunuh oleh orang yang tidak suka kepada dia (Kejadian 4:8). Henokh, sebaliknya, dia tidak melewati kematian. Alkitab mencatat “Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah” (Kejadian 5:24) yang kemudian disebutkan oleh penulis Ibrani, “Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah” (Ibrani 11:5). Contoh ini penting karena di sini Henokh adalah orang benar, dan di masa hidupnya dia alami janji yang akan datang yaitu Henokh tidak melewati kematian tetapi dia langsung diangkat naik ke surga. Maka kita melihat kontras yang berbeda: yang satu, hidup beriman, langsung kematian terjadi. Yang satu, hidup beriman, kematian tidak terjadi kepadanya. Sebaliknya Nuh, dikatakan dia hidup dalam dunia ini sebagai orang beriman dan perjalanan hidup imannya dari awal sampai akhir adalah satu perjalanan hidup penuh dengan cemoohan dan hinaan. “Karena iman, maka Nuh – dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan – dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya” (Ibrani 11:7). Nuh taat kepada Tuhan mempersiapkan bahtera itu, dan dia terus memanggil orang-orang yang hidup pada jaman itu untuk datang kepada Tuhan, diselamatkan di atas bahtera dan terhindar dari penghukuman Allah. Dan sampai akhir tidak ada satu orang pun selain keluarganya yang mau menerima berita ini. Nuh taat bergumul sepanjang hidupnya melewati penghinaan; di situlah artinya dia hidup sebagai orang yang beriman.

Intinya adalah bukan soal bagaimana keadaan dan kondisi kita hidup yang menunjukkan kita orang yang hidup beriman atau tidak. Bisa jadi karena mau hidup menjadi anak Tuhan yang beriman kepada Tuhan, kita menjadi seperti Habel. Dari dua belas murid Tuhan Yesus, Yohanes bisa hidup sampai tua, sampai akhir dia tetap setia; tetapi saudaranya sendiri, Yakobus, mati martir paling awal terlebih dahulu (Kisah Rasul 12:2). Yang satu begitu singkat di dalam pelayanannya, satu yang Tuhan ijinkan terus sampai pada akhirnya. Kadang-kadang kita tidak bisa tebak, kita tidak bisa tahu apa yang akan terjadi dalam hidup kita di depan, tetapi itu tidak menjadi hal yang terpenting dan tidak perlu menjadi hal yang mengecewakan hatimu. Bisa jadi engkau ingin ikut Tuhan, ingin hidup menjadi orang yang baik dan benar, dan menjadikan imanmu kepada Tuhan menjadi indah dan penting dalam pekerjaan dan karirmu, engkau dipecat, pekerjaanmu dirusak, ada orang yang tidak senang kepadamu dan berusaha menghancurkan hidupmu. Tetapi ada juga sebaliknya, ketika engkau bersedia ikut Tuhan sungguh-sungguh, berkat Tuhan berlimpah terjadi. Engkau mencicipi apa artinya menjadi orang benar hidup oleh imannya, seperti Henokh. Tetapi ada orang yang sampai akhir bergumul terus seperti Nuh, pergumulan berjalan terus ikut Tuhan menjadi pelayan Tuhan, sekian lama melayani tidak ada satu orang pun yang terima dan percaya Tuhan.

Kelompok yang ke dua, dia bicara mengenai kehidupan Abraham, Ishak, Yakub dan Yusuf yang ditulis dalam kitab Kejadian 12-50. Kali ini dia menguraikan hidup Abraham dalam lima tahap pergumulan.
“Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu. Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah. Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia. Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya. Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini. Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air (Ibrani 11:11-14). Janji Tuhan kepada Abraham melewati satu proses waktu yang panjang sampai di generasi ke empat baru tergenapi. Abraham tetap pegang janji itu walaupun dalam realita, keturunan yang Tuhan janjikan cuma satu yaitu Ishak dan Tuhan menguji iman Abraham, anak satu-satunya itu dipersembahkan kepada Tuhan dan di situ dia melihat Allah bisa memberikan dari yang tidak mungkin bisa mempunyai anak pastilah Allah juga bisa membangkitkan dari yang mati menjadi hidup kembali. Apa implikasinya di sini? Berarti kita belajar tidak cepat-cepat menilai apa yang terjadi dalam hidup kita hanya dalam batas kurun waktu, keadaan dan kondisi seperti ini. Mungkin sekarang ada ketakutan, ada rasa pesimis akan masa depan yang kelihatan suram dan gelap. Tetapi inilah artinya hidup beriman sebagai anak-anak Tuhan; yang diminta kepada kita adalah menjalani hidup kita sekarang seturut dengan janji itu. Dan yang paling penting adalah saya percaya Kristus sebagai Tuhan, dan apa yang Tuhan janjikan kepadaku tidak pernah bersalah dan Tuhan tidak pernah lupa akan hal itu.

Kelompok ke tiga bicara tiga orang lagi: Musa, orang Israel, dan Rahab (Ibrani 11:24-31). Apa artinya kelompok orang-orang ini dikumpulkan sama-sama? Keputusan hidup mereka beriman dan percaya kepada Tuhan dan menjadikan Tuhan yang terutama dalam hidup untuk berkorban dan bayar harga. Hidup menjadi orang yang beriman, menjadi orang yang benar, itu adalah hidup yang membayar harga dan pengorbanan luar biasa. Di bagian ini kita melihat kontras antara status, posisi, dan diri orang; seorang pangeran seperti Musa, seorang pelacur seperti Rahab yang disebut di dalam silsilah Tuhan Yesus, “Salmon memperanakkan Boas dari Rahab” (Matius 1:5). Alkitab tidak membangga-banggakan pekerjaan Rahab sebagai pelacur. Tetapi penulis Ibrani khusus menulis tentang iman wanita ini, “Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik” (Ibrani 11:31). Karena imannya kepada Tuhan dia bersedia mempertaruhkan nyawa dan satu keberanian yang luar biasa.

Musa, dan bangsa Israel yang berjalan mengambil keputusan ikut Tuhan dan itu adalah perjuangan yang tidak gampang menuju tanah Kanaan yang Tuhan telah janjikan itu, mereka berani bayar harga. “Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa..Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah. Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan” (Ibrani 11:24-27). Ia melepaskan statusnya sebagai seorang pangeran yang punya berbagai hak istimewa, menjadi seorang pengembara hidup di padang gurun. Hanya di awal dia hidup di dalam istana. Dari keputusannya ikut Tuhan sampai akhir hidupnya dia hidup di padang belantara. Tetapi itu adalah satu keputusan hidup yang tidak pernah dia kuatirkan dan membuat dia merasa kecewa. Musa tidak malu untuk mengasosiasikan diri dengan para budak saudaranya sebangsa dan setanah air dengan dia. Dan Musa menganggap penghinaan karena Yesus Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar daripada semua harta Mesir. Dia menjadikan kekayaan Kristus lebih mulia daripada yang lain. Itu yang dipakai dalam bagian ini, bicara mengenai besarnya harta yang dia buang di Mesir itu tidak sebanding dengan harta yang akan dia peroleh karena ikut Tuhan “sebab pandangannya ia arahkan kepada upah.”

Hidup beriman menjadi anak Tuhan, keputusan iman kita adalah satu keputusan yang menuntut pengorbanan dan bayar harga yang luar biasa. Iman yang benar memiliki aspek ini, berharga dan costly tetapi tidak pernah kita anggap itu sebagai sesuatu yang rugi dalam hidup kita. Jadilah anak Tuhan seperti itu dan biar hidup pelayanan kita sebagai gereja Tuhan juga memiliki sikap seperti itu.
Ibrani 11:32-40, “Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing. Ibu-ibu telah menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab dibangkitkan. Tetapi orang-orang lain membiarkan dirinya disiksa dan tidak mau menerima pembebasan, supaya mereka beroleh kebangkitan yang lebih baik. Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan. Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan. Dunia ini tidak layak bagi mereka. Mereka mengembara di padang gurun dan di pegunungan, dalam gua-gua dan celah-celah gunung. Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik. Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.”

Yang terakhir, penulis Ibrani kemudian mengelompokkan orang-orang yang tidak bisa dia sebutkan satu persatu hidup mereka dengan mendetail; ini adalah kelompok orang yang beriman kepada Tuhan tetapi mereka hidup sebagai pengembara dan pendatang di atas muka bumi ini. Nabi-nabi dan hamba-hamba Tuhan ini meninggal dengan cara yang sangat lambat tetapi menyakitkan. Hidup mereka menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan. Dunia ini tidak layak bagi mereka. Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik. Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan. Apa artinya kalimat ini? Artinya kita yang hidup di jaman ini sudah melihat Yesus yang dijanjikan dan dinantikan dalam Perjanjian Lama sudah digenapi, Yesus sudah datang. Kita sudah melihat Yesus yang bangkit dari kematian. Maka arti mereka punya iman disempurnakan adalah karena apa yang sudah kita alami sekarang. Dengan kata lain, iman mereka dan iman kita juga sama. Mereka yang hidup di Perjanjian Lama, mata mereka melihat ke depan, tangan mereka melambai-lambai kepada bayang-bayang Yesus Kristus yang Allah janjikan tidak didapat tetapi tidak berarti janji itu Allah tidak beri dan kasih. Kita yang hidup sekarang menengok ke belakang, kepada peristiwa 2000 tahun yang lalu di bukit Golgota Yesus yang tersalib, mati dan bangkit, Dialah penggenapan janji itu.

Terakhir, dalam 1 Korintus 4:11-13 Paulus berkata, “Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah; kami telah menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai pada saat ini.” Inilah yang kita belajar dari kelompok orang ke empat: hidup beriman berarti tahu kita hidup di dunia ini hanya sebagai pendatang; kita hidup di dunia ini hanya sebagai pengembara. Maka sepanjang perjalanan ini hiduplah dengan simple sederhana, jangan diganggu dengan banyak hal yang tidak perlu dan jangan pegang erat-erat apa yang nanti akhirnya akan kita tinggalkan. Hidup beriman berarti kita mengerjakan segala sesuatu dengan sebaik mungkin. Sangat keras kata yang dipakai Paulus di sini, bukan hanya sampah tetapi dalam konotasi kotoran yang menjijikkan. Itu semua perlakukan yang kita terima sebagai anak-anak Tuhan dan kita tidak membalas semua hal yang tidak baik itu dengan keindahan jiwa kita. Itulah berkat yang Tuhan berikan kepada engkau dan saya. Saya rindu apa yang kita dengar dan kita baca, kita taruh di dalam hati dan hidup kita. Mari kita hidup sebagai anak-anak Tuhan yang tekun, bersyukur, dan percaya kita memiliki begitu banyak keindahan dari Tuhan yang tidak akan bisa diambil dan direbut oleh dunia ini. Jadilah seorang anak Tuhan yang hidup beriman, yang tahu apapun yang terjadi di dalam hidup kita, mungkin kita bisa mati segera, atau kita hidup lebih lama tetapi penuh dengan kesulitan, itu tidak mengapa. Mungkin kita harus berjalan dengan tidak melihat apa yang kita dapat, itu tidak mengapa. Atau mungkin di tengah kita ikut Tuhan, Tuhan menuntut life-decision yang costly dan pengorbanan yang besar dalam hidupmu, di mana setiap kali engkau ambil keputusan untuk ikut Dia, resikonya mengalami kesulitan dan penderitaan dan bahkan mati, itu tidak mengapa. Itulah artinya hidup yang beriman sungguh kepada Tuhan.

Tantangan yang dialami oleh gereja Tuhan dimana saja, tidak akan berubah sepanjang jaman; yang penting adalah seperti yang penulis Ibrani katakan, jangan biarkan efek itu membuat kita kehilangan ketekunan dan kesungguhan berjalan ikut Tuhan. Dan yang ke dua, kita jangan menjadi ciut [shrink back], mari kita mengembang ke luar. Karena apa yang kita miliki adalah sesuatu yang tidak akan pernah hilang dan terhilang dalam hidup kita, pengharapan itu ya dan pasti. Kiranya Tuhan pimpin dan berkati setiap kita. Biar janji dan pengharapan yang kita miliki menjadi pengharapan dan janji yang pasti, kuat dan teguh dan kita tidak akan pernah meragukannya lagi. Sepanjang kita berjalan ikut Tuhan, kita senantiasa memegang janji itu, dan tidak pernah undur, tidak pernah kuatir dan takut ketika berjalan ikut Tuhan selama-lamanya.(kz)