Jesus the Anchor of My Soul

Pengkhotbah: Pdt. Effendi Susanto STh.
Seri: Eksposisi Surat Ibrani [9]
Tema: Jesus the Anchor of My Soul
Nats: Ibrani 7:26 – 8:6

Dalam Ibrani pasal 7 hingga ke 10 penulis Ibrani mengangkat hati kita melihat sentralitas dari ibadah, sentralitas dari rencana Allah, dan sentralitas dari keselamatan kepada Tuhan Yesus Kristus, Imam Besar yang agung dan Imam Besar yang kekal selama-lamanya. Melalui Yesus Kristus, kita bisa datang menghampiri tahta Allah yang kudus itu karena Ia telah membuka jalan bagi kita. Puji Tuhan!

Hari ini saya ingin mengajak sdr melihat benang merah yang ada di dalam Alkitab kita. Benang merah ini menjadi satu bukti yang nyata betapa luar biasa Alkitab ini. Alkitab bukan buatan manusia tetapi ini adalah firman dari Allah yang dituliskan oleh kira-kira 40 nabi dan rasul, melewati ribuan tahun; dari Kejadian sampai kepada Wahyu ada satu benang merah yang sambung-menyambung dan itu bicara mengenai satu Orang, satu tokoh sentral yang penting, dan itu adalah Yesus Kristus. Kejadian 1-2 mencatat Allah menciptakan manusia dengan kebenaran dan kesucian. Allah melakukan satu perjanjian dengan manusia, sekalipun kata “perjanjian” atau covenant itu tidak muncul di situ, di dalam teologi itu kita katakan sebagai “Perjanjian Kerja” atau “the Covenant of Works” yaitu satu perjanjian dimana Allah berjanji akan memiliki relasi kekal dengan manusia selama-lamanya dan manusia akan menikmati satu sukacita keindahan bersekutu dengan Allah melalui manusia menaati perintahNya. Dan perintah itu muncul dengan Allah melarang Adam dan Hawa untuk makan buah pengetahuan yang baik dan jahat. Tuhan berkata, “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:16-17). Kita tahu mereka tidak taat kepada perintah Allah dan karena ketidak-taatan manusia maka relasi manusia dengan Allah menjadi putus. Dosa telah menghancurkan relasi itu. Kejadian 3 mencatat manusia lari bersembunyi dari rasa bersalah dan dosanya. Bukan itu saja, manusia berusaha menutupi kesalahan itu dengan mengambil daun-daunan untuk menutupi ketelanjangan mereka. Allah tidak mengijinkan dan tidak membenarkan cara manusia menutupi dosa dan ketelanjangannya dengan daun-daunan. Allah berusaha merestorasi untuk sementara dengan dua hal yang Allah lakukan. Yang pertama di dalam teologi disebut sebagai “Protoevangelium” dimana Allah berkata kepada ular yaitu Iblis, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kejadian 3:15). Di situ Allah berjanji melalui keturunan wanita itu, yaitu Yesus Kristus, akan meremukkan kepala ular, yaitu Iblis. Yang ke dua, Kejadian 3:21 mengatakan Allah kemudian menggantikan daun-daunan itu dengan kulit binatang karena tidak bisa dan tidak mungkin memakai cara manusia untuk memulihkan hubungan dengan Allah. Dengan kulit binatang berarti ada satu ekor binatang yang disembelih pada hari itu dan kulitnya diambil untuk menutupi kesalahan dan dosa manusia. Dari situlah Alkitab memperlihatkan kepada kita konsep datang berbakti beribadah memulihkan hubungan dengan Allah memerlukan pengorbanan binatang, tetapi sebenarnya pengorbanan itu hanyalah cara yang sementara saja.

Dalam kitab Keluaran, kitab ke dua dari Alkitab memperlihatkan Allah menebus satu umat yaitu umat Israel yang berada dalam perbudakan di Mesir, dan sebelum menjatuhkan tulah ke sepuluh ketika semua anak sulung di tanah Mesir akan binasa, hanya orang yang menyembelih domba jantan dan mengolesi ambang pintu rumahnya dengan darah domba itu, maka keselamatan terjadi di dalam rumah itu (lihat Keluaran 12). Kemudian waktu umat Allah berjalan di padang gurun menuju tanah perjanjian, sampailah mereka di gunung Sinai. Di situ kemudian Allah memberikan hukumNya bagi bangsa ini dan Allah memberikan sistem ibadah bagi umat yang sudah ditebus itu datang kepadaNya. Allah menyuruh mereka membangun Kemah Suci di tengah tempat pemukiman orang Israel. Itulah arti tabernakel, kemah suci, Allah mau berdiam di tengah-tengah kita. Dalam pembukaan Injil Yohanes menulis tentang kedatangan Yesus, rasul Yohanes mengatakan, “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita” (Yohanes 1:14). Dalam bahasa aslinya “diam di antara kita” itu adalah mengacu kepada kata tabernakel, yaitu kemah suci Allah. Jadi kita bisa melihat] satu kaitan yang luar biasa di sini. Kedatangan Tuhan Yesus ke dunia adalah kedatangan Allah tinggal bersama-sama dengan kita.

Selanjutnya bicara tentang kemah suci dan sistem ibadah yang diberikan Allah melalui Musa kepada umat Allah, penulis Ibrani mengutip kalimat dalam Keluaran 25:40 dalam Ibrani 8:6 “Pelayanan mereka adalah gambaran dan bayangan dari apa yang ada di sorga, sama seperti yang diberitahukan kepada Musa, ketika ia hendak mendirikan kemah: “Ingatlah,” demikian firman-Nya, “bahwa engkau membuat semuanya itu menurut contoh yang telah ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu.” Waktu Musa membangun kemah suci dan mengatur sistem ibadah, itu membuatnya bagaimana? Ini hasil kreatifitas Musa sendiri atau apa? Musa membuat semuanya itu menurut contoh yang diberikan Allah di atas gunung. Bagaimana umat Allah boleh mendapatkan pengampunan? Satu tahun sekali pada hari raya Yom Kippur atau hari raya Pendamaian, imam besar harus masuk ke dalam ruang maha suci. Dalam Ibrani 7:27 dikatakan: imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri. Pada hari itu imam besar harus membawa masuk darah korban dua domba jantan itu. Yang satu dia percikkan bagi pengampunan dosanya sendiri dan yang satu lagi untuk pengampunan dosa umatnya. Dia tidak boleh masuk ke dalam ruang maha kudus itu sebelum dosanya sendiri disucikan. Selesai itu, kemudian barulah darah domba jantan yang satu dipercikkan untuk pengampunan dosa umatnya. Itu adalah hari dimana pengampunan diberikan. “Tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibrani 9:22) karena darah itu menyelesaikan satu problema antara Allah dan manusia yaitu ada dosa yang memisahkan. Karena “upah dosa adalah maut” (Roma 6:23), satu-satunya yang bisa menyelesaikan itu adalah kita harus membayarnya dengan kematian. Jika kita bayar dengan kematian kita, kita akan binasa untuk selama-lamanya. Tetapi Allah tidak mau kita binasa. Seharusnya kita yang mati tetapi darah domba jantan itu menjadi pengganti bagi dosa-dosa kita. Itulah cara penebusan yang diberikan dimana setiap tahun, Imam besar mengenakan jubah kebesaran yang luar biasa, dengan sistem ibadah yang megah, masuk ke dalam Bait Allah yang indah dengan iring-iringan para imam berjalan masuk ke dalam ruang kudus untuk mendapatkan pengampunan dari dosa dengan pemercikan darah anak domba yang tidak bercacat cela. Penulis Ibrani mengatakan semua sistem ibadah Yudaisme yang diajarkan dalam Perjanjian Lama itu hanyalah bayang-bayang daripada yang asli. Kematian Yesus di atas kayu salib sebagai Anak Domba Allah yang darahNya dicurahkan, itulah penebusan yang asli; dilakukan cuma satu kali untuk selama-lamanya, tidak perlu diulang lagi karena itu adalah yang utama dan real.

Dalam Wahyu 21:1-3 dikatakan oleh rasul Yohanes, “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.” Itulah yang Allah inginkan: diam bersama-sama dengan umatNya untuk selama-lamanya. Pada waktu Yesus Kristus datang kali yang ke dua, itulah saatnya dimana tidak ada lagi dosa; itulah momen dimana langit yang baru dan bumi yang baru akan menjadi satu. Di situ tidak akan ada lagi air mata dan kematian, tidak ada lagi perkabungan, ratap tangis dan dukacita. Tidak ada lagi dosa dan kejahatan di tengah-tengah kita karena semua itu telah disingkirkan dan dimusnahkan ke dalam api neraka. Itulah saatnya berarti Allah akan tinggal dan diam bersama-sama kita. Semua itu digambarkan dengan turunnya kota Yerusalem dengan kemah Allah yang suci itu. Jangan kita tergoda untuk membangun kemah Allah di dunia ini atau khususnya di kota Yerusalem, sebagai buatan manusia. Dalam Wahyu 21:22 dikatakan: “Dan aku tidak melihat Bait Suci di dalamnya; sebab Allah, Tuhan yang Mahakuasa, adalah Bait Sucinya, demikian juga Anak Domba itu.” Jadi di dalam kota Yerusalem itu tidak ada Bait Suci. Kenapa? Sebab Allah, Tuhan yang Mahakuasa adalah bait Suci itu sendiri. God is the true Temple and Jesus Christ is the true sacrifice. Anak Domba jantan itu adalah Yesus Kristus sendiri. Di atas salib Yesus berseru, “Sudah selesai!” (Yohanes 19:30) dan Matius mencatat satu peristiwa yang luar biasa terjadi di dalam Bait Allah: “Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah (Matius 27:51). Yang Matius sebutkan adalah tirai yang begitu berat luar biasa memisahkan ruang kudus dan ruang maha kudus di dalam Bait Allah. Ketika Yesus Kristus mati di atas kayu salib, jalan masuk menuju kepada tahta Allah yang maha kudus sudah terbuka. Inilah cara Allah menyelesaikan keselamatan bagi kita yang percaya kepada Yesus Kristus, Juruselamat satu-satunya yang menebus dan mengampuni dosa. Di dalam Yesus, engkau dan saya bisa menikmati fellowship yang indah bersama dengan Allah yang menjadi sumber hidup, sumber kebenaran, sumber keadilan, sumber kesucian, sumber keindahan, sumber kemuliaan itu. Yesus Kristus telah menjadi jangkar yang aman bagi jiwa kita; He is the anchor of our soul yang dilempar masuk ke dalam tempat maha kudus. Ibrani 6:19-20 mengatakan, “Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.” Yesus digambarkan dalam satu metafora yang menarik, yaitu sebagai jangkar yang dilabuhkan di balik tirai dalam tempat maha kudus dan Ia adalah pengharapan yang kuat dan aman bagi kita.

Hal yang ke dua, dikatakan oleh penulis Ibrani Yesus Kristus adalah Imam Besar sampai selama-lamanya. Bagaimana Yesus bisa menjadi Imam Besar, karena Yesus bukan keturunan Harun dan bukan berasal dari suku Lewi? Ini perdebatan penting bagi orang Yahudi waktu itu yang mengenal kitab suci Perjanjian Lama. Maka dalam Ibrani 7 penulis Ibrani menjelaskan dengan sangat teliti akan hal ini. Dalam Ibrani 7:11-16 dikatakan, “Karena itu, andaikata oleh imamat Lewi telah tercapai kesempurnaan – sebab karena imamat itu umat Israel telah menerima Taurat – apakah sebabnya masih perlu seorang lain ditetapkan menjadi imam besar menurut peraturan Melkisedek dan yang tentang dia tidak dikatakan menurut peraturan Harun? Sebab, jikalau imamat berubah, dengan sendirinya akan berubah pula hukum Taurat itu. Sebab Ia, yang dimaksudkan di sini, termasuk suku lain; dari suku ini tidak ada seorangpun yang pernah melayani di mezbah. Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Tuhan kita berasal dari suku Yehuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu apapun tentang imam-imam. Dan hal itu jauh lebih nyata lagi, jikalau ditetapkan seorang imam lain menurut cara Melkisedek, yang menjadi imam bukan berdasarkan peraturan-peraturan manusia, tetapi berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa.”

Penulis Ibrani mengutip Mazmur 110:4, “TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: “Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek.” Siapa yang Tuhan Allah maksudkan di dalam mazmur ini? Mazmur ini berbicara mengenai Mesias, atau Kristus yang diurapi, untuk menjadi imam yang kekal, bukan menurut peraturan Musa yaitu imam yang berasal dari suku Lewi, tetapi imam menurut peraturan Melkisedek. Lalu sekarang, siapa itu Melkisedek? “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya” (Ibrani 7:3). Pertama, Melkisedek tidak mempunyai silsilah, berarti keimaman Melkisedek tidak berdasarkan keturunan. Yang ke dua, Abraham tersungkur dan memberikan perpuluhan kepada Melkisedek sebagai pelayanan dan penyembahannya; berarti Melkisedek dipandang oleh Abraham sebagai representatif Allah. “Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi; ia pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari mengalahkan raja-raja, dan memberkati dia. Kepadanyapun Abraham memberikan sepersepuluh dari semuanya. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga raja Salem, yaitu raja damai sejahtera” (Ibrani 7:1-2). Abraham itu adalah kakek moyang daripada suku Lewi; dan jikalau Abraham sendiri memberikan persembahan kepada Melkisedek dan menghormati dia, berarti posisi keimaman Melkisedek lebih tinggi daripada keimaman Lewi yang adalah keturunan Abraham. Yang ke tiga, dalam Perjanjian Lama ada tiga jabatan khusus yang diurapi: raja, imam, nabi. Seorang raja bisa sekaligus menjadi nabi, karena dia menyampaikan firman Allah tetapi dia juga menjabat sebagai raja. Contohnya raja Daud. Raja Daud menulis mazmur dan boleh dikatakan dia menjadi nabi Allah karena dia menyampaikan firman Allah. Seorang imam bisa sekaligus menjadi nabi, seperti imam Samuel. Ia adalah nabi yang menyampaikan firman Allah. Tetapi tidak pernah ada seorang imam sekaligus menduduki jabatan sebagai raja, karena imam dari suku Lewi, raja dari suku Yehuda. Yesus berasal dari suku Yehuda; Musa bilang suku Yehuda tidak bisa menjadi imam dan Allah tidak mengijinkan raja melakukan tugas imam. Perhatikan ada satu peristiwa yang dicatat dalam 1 Samuel 13 dimana raja Saul berinisiatif melakukan tugas sebagai imam mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan di atas mezbah di Gilgal, karena sudah tujuh hari dia menunggu-nunggu imam Samuel tidak kunjung datang untuk melakukan hal itu. Marahlah Samuel karena Saul telah melanggar prinsip yang ditetapkan Allah: raja tidak boleh melakukan tugas imam. Samuel menegur raja Saul, “Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkanNya kepadamu” (1 Samuel 13:13). Karena Saul bukan dari keturunan suku Lewi dan tidak boleh menjadi imam. Akibat kelancangannya itu, raja Saul dihukum Allah, dicopot dari posisinya sebagai raja. “Sebab sedianya TUHAN mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap” (1 Samuel 13:14). Allah memindahkannya kepada Daud, seorang yang berkenan di hati Allah.

Yang saya maksudkan di point ini, ada seseorang yang adalah raja sekaligus juga menduduki jabatan imam, dialah Melkisedek. Melkisedek adalah satu-satunya imam yang juga adalah seorang raja di Salem. Maka pada waktu Allah bersumpah dengan janjiNya melalui mazmur ini, Allah memberikan janji itu kepada raja-mesias yang diurapiNya akan Ia angkat menjadi Imam Besar yang tidak berdasarkan keturunan suku Lewi tetapi menurut peraturan Melkisedek. Siapa orang itu? Penulis Ibrani bilang: itulah Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah Anak Allah yang turun ke dunia; Ia tidak berawal dan tidak berakhir. Ia lebih besar daripada Abraham karena Dia adalah Anak Allah yang menciptakan dunia ini. Ia adalah Raja yang juga sekaligus menjadi Imam Besar bagi keselamatan kita. Yang ke empat, keimaman Yesus Kristus menurut peraturan Melkisedek itu lebih tinggi daripada keimaman Harun dan suku Lewi. Keimaman Harun dan suku Lewi itu terbatas. Mereka menjadi imam hanya sepanjang umurnya hidup di dunia, begitu dia mati maka keimamannya selesai, harus diganti dengan yang baru. Yang ke dua, pelayanan keimaman mereka tidak pernah menyelesaikan problem dosa manusia dan menyempurnakan relasi manusia dengan Allah, karena setiap tahun mereka terus berulang kali melakukan hal yang sama, membawa darah domba jantan kepada Allah untuk pengampunan umat Allah. Yang ke tiga, imam besar itu sendiri setiap tahun harus membawa darah domba untuk pengampunan bagi dirinya sebelum dia membawa darah domba untuk pengampunan umatnya, tidak seperti Imam Besar kita Yesus Kristus. Ibrani 7:25-27 berkata, “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka. Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga, yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya.” Keimaman Yesus adalah berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa (Ibrani 7:16). Ayat ini penting sekali. Di situlah indahnya. Kenapa Yesus bisa menebus dan menyelamatkan sebanyak mungkin orang? Karena Ia memiliki hidup yang tidak dapat binasa, hidup yang tidak terbatas dan tidak terhingga adanya. “Hal itu telah dilakukanNya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan dirinya sendiri sebagai korban” (Ibrani 7:27b). Yesus Kristus menebus kita dengan hidup yang tidak dapat binasa. Karena hidupnya adalah hidup yang saleh, tanpa salah dan noda, yang tidak ada dosa, maka Ia sanggup menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang datang kepada Allah melalui Yesus Kristus. Satu kali saja dan tidak perlu berulang-ulang Ia mati mempersembahkan diriNya. Semua itu membuktikan keselamatan kita dikerjakan oleh Kristus kuat, aman dan selamat. Puji Tuhan!

Maka hari ini bagi engkau yang sedang mencari-cari, bagaimana caranya Tuhan melepaskan kita dari dosa dan kematian; bagaimana kita bisa mendapatkan penebusan dan bebas dari perbudakan dosa yang mengikat kita? Siapakah yang sanggup berhak mengatakan dan memberi jaminan dan jaminan itu tidak akan pernah berubah selama-lamanya dan tidak ada kata “mudah-mudahan” di dalam Yesus, tidak ada kata “semoga diterima” oleh Dia. Jawabannya: kita sudah diterima karena yang mengerjakan dan melakukan adalah Yesus Kristus. Bersyukurlah dan jangan hanya menjadikan pemahaman ini sebagai pengetahuan tetapi mengangkat hati kita melihat luar biasa Tuhan Yesus itu bagi engkau dan saya. Kiranya Tuhan memberkati kita dengan firmanNya pada hari ini.(kz)